Sejak Perang Berkobar di Suriah Telah Menewaskan 215.000 Jiwa
BEIRUT_DAKTACOM: Hingga memasuki tahun kelima perang saudara di Suriah, telah menelan korban tewas lebih dari 215.000 nyawa manusia. Setengah dari seluruh penduduknya terpaksa menginggalkan rumah dan menjadi pengungsi.
Suriah kini masih terpecah menjadi banyak kelompok, dari pasukan pemerintah, kelompok mujahidin, pejuang Kurdi, dan gerilyawan moderat.
Di sisi lain, upaya diplomasi masih terus menemui jalan buntu. Bahkan usulan gencatan senjata terbatas di kota Aleppo ditolak oleh semua pihak.
Konflik di Suriah bermula dari demonstrasi damai pada 15 Maret 2011 sebagai bagian dari gerakan Kebangkitan Arab yang juga berlangsung di Mesir dan Tunisia. Aksi unjuk rasa itu kemudian berubah menjadi perang mengerikan.
Kelompok Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) menyatakan bahwa 215.518 orang terbunuh sepanjang empat tahun terakhir--hampir sepertiga di antaranya adalah penduduk sipil dan 10.000 adalah anak-anak.
Angka kematian yang sebenarnya diperkirakan jauh lebih besar karena nasib puluhan ribu orang hilang masih belum diketahui sepenuhnya.
Badan pengungsi PBB (UNHCR) bahkan menyebut kondisi Suriah sebagai "darurat kemanusiaan terbesar di era ini." Badan itu mencatat bahwa sekitar empat juta orang mengungsi ke luar negeri--lebih dari satu juta di antaranya berada di Lebanon. Sementara di dalam negeri, lebih dari tujuh juta orang juga terpaksa meninggalkan rumah.
Saat ini, sekitar 60 persen penduduk Suriah berada di bawah garis kemiskinan.
Dari sisi ekonomi, infrastruktur hancur, nilai mata uang jatuh dan perekonomian mundur lebih dari 30 tahun.
Pelanggaran hak asasi manusia juga berlangsung massif di negara itu.
SOHR mencatat bahwa 13.000 orang telah disiksa sampai mati saat ditahan oleh pasukan pemerintah sejak gerakan demonstrasi damai dimulai. Puluhan ribu yang lain masih berada dalam fasilitas penjara pemerintah.
Meski masyarakat internasional mengecam Presiden Bashar al-Assad atas kekejaman dan penggunaan senjata kimia pada Agustus 2013 lalu, tokoh tersebut masih kukuh menguasai Suriah hingga saat ini.
Pasukan pemerintah berhasil menguasai Damaskus sepenuhnya dan mulai mengepung kota terbesar kedua, Aleppo, di daerah utara.
Desakan bagi Bashar untuk mengundurkan diri dari kelompok internasional mulai mengendur karena fokus mulai berganti untuk menangkal ancaman dari kelompok radikal seperti Daulah Islam (ISIS).
Kondisi tersebut diakui oleh direktur badan intelejen AS CIA, John Brennan, yang pada Jumat lalu mengatakan bahwa jatuhnya pemerintahan Suriah akan membuka peluang bagi kelompok garis keras untuk mengambil alih kekuasaan, deikian AFP.***
Editor : Imran Nasution
Editor | : | |
Sumber | : | ANTARA News |
- Bukti Penggunaan Fosfor oleh Israel di Gaza Menguat
- Uni Emirat Arab Bebaskan Aturan Wajib Masker
- OKI Kutuk Serangan Bom ke Masjid Herat Afghanistan
- Negara-negara Arab Murka Politikus India Hina Nabi Muhammad
- Arab Saudi Larang Warganya Terbang ke Indonesia
- Paspor Elektronik Baru Arab Saudi
- Museum Holocaust di Sulut, MUI: Waspadai Israel Memanfaatkan Kondisi Ekonomi Nasional
- Jemaah Indonesia Bisa Langsung Umroh Tanpa Karantina dengan Syarat Ini
- Dicabutnya Larangan Terbang Langsung ke Saudi
- Masjidil Haram Resmi Dibuka dengan Kapasitas Penuh
- Patung Pemimpin Syiah di Afghanistan, Abdul Ali Mazari Dihancurkan
- Arab Saudi Batasi Calhaj, Menag: Kita Fokus Tahun Depan
- Dukung Penuh Palestina, AKP Dideklarasikan di Osmangazi Türbeleri Turki
- Terungkap, Gaza Jadi Kelinci Percobaan Perang AI Pertama Israel
- Presiden PKS Desak PBB Berikan Sanksi Tegas Ke Israel
0 Comments