Kajian Keislaman /
Follow daktacom Like Like
Selasa, 10/01/2017 11:30 WIB

Memantik Cahaya Setangkai Lilin Arsitektur Islam

MAsjid Al Hambra
MAsjid Al Hambra
Oleh: Andika Saputra, Dosen UMS
 
Pekan belakangan ini beberapa kawan mahasiswa Muslim yang sedang menempuh pendidikan di jurusan arsitektur menuntut Arsitektur Islam menjadi bagian dari kurikulum pengajaran di kampus yang diyakini dapat memberikan solusi terhadap arah pendidikan dan praktik arsitektur di Indonesia yang cenderung materialis dan pragmatis. 
 
Begitu pula bagi mereka yang terdaftar di perguruan tinggi berlabelkan Islam mulai bertanya-tanya mengapa universitas Islam tidak mengarahkan dan memfokuskan pendidikannya pada Arsitektur Islam, hingga mereka merasakan mempelajari arsitektur di universitas Islam tak berbeda dengan universitas bukan Islam. 
 
Tak sedikit pula yang skeptis dan mengatakan Arsitektur Islam bagaikan fatamorgana yang dari kejauhan tampak indah tapi setelah didekati ternyata hanya hamparan padang pasir tandus belaka. 
 
Atau suara-suara belakangan ini yang mengatakan Arsitektur Islam sekedar slogan dan labelisasi yang didorong motif ekonomi semata untuk meraup keuntungan materi, baik dalam ranah pendidikan maupun praktik berarsitektur.
 
Harus diakui bersama, wacana keilmuan Arsitektur Islam jika dikaitkan dengan arah pendidikan arsitektur di Indonesia pada khususnya, memang memiliki berbagai permasalahan yang pelik dan kompleks mulai dari sistem pendidikan itu sendiri, kebijakan, ekonomi, hingga ketersediaan dan kualitas SDM. 
 
Karenanya penulis dapat memahami munculnya kebingungan dan sikap skeptis di kalangan mahasiswa. Tapi tak berarti harus berpangku tangan dan meratapi nasib, sebagaimana sebuah nasihat mengatakan, “Lebih baik menyalakan setangkai lilin daripada mencaci kegelapan”. 
 
Daripada mengeluh, mencaci, dan mencari kambing hitam lebih baik mengambil peran dan mencari solusi sesuai dengan kapasitas masing-masing.
 
Dalam kehidupan di kampus, kalangan mahasiswa memiliki wadah organisasi himpunan mahasiswa yang potensinya sangat besar sekali. Kondisi yang membahagiakan semakin banyak bermunculan organisasi mahasiswa Muslim di bawah jurusan arsitektur di universitas negeri yang menandakan peran mahasiswa Muslim telah diakui dan dibutuhkan. 
 
Jika dikarenakan suatu sebab dan lain hal keilmuan Arsitektur Islam belum dapat dimasukkan ke dalam kurikulum pengajaran dan disampaikan di kelas-kelas, sebenarnya peran tersebut dapat dijalankan oleh organisasi himpunan mahasiswa Muslim yang berada di bawah jurusan arsitektur, sehingga peran, fungsi, dan tujuannya dapat bersinergi dan melengkapi perkuliahan formal. 
 
Tidak mudah mengarahkan peran, fungsi, dan tujuan organisasi himpunan mahasiswa di atas jalur akademis karena sudah lumrah dikenal melalui program-programnya yang tidak memiliki relevansi dengan kehidupan kampus yang seharusnya sarat dengan ilmu dan nilai-nilai ilmiah. 
 
Dan lebih banyak lagi yang meninggalkan nama tanpa suara alias organisasi dengan kepengurusan minim kinerja. Tapi bukan berarti mustahil untuk menjadikan organisasi himpunan mahasiswa Muslim di bawah jurusan arsitektur sebagai wadah untuk menyampaikan keilmuan Arsitektur Islam. 
 
Harus disadari memang tingkat pembelajarannya tidak dapat semaksimal jika diselenggarakan oleh pihak pengajaran di kampus, tapi paling tidak dapat memberikan pemahaman dasar dan membangkitkan minat mahasiswa terhadap wacana keilmuan Arsitektur Islam. 
 
Berbekal pengalamanku memimpin organisasi kemahasiswaan dan berbagai organisasi yang terkait dengan kehidupan kampus, dalam artikel ini aku ingin menyampaikan dan menawarkan 3 program yang dapat dipertimbangkan oleh kawan-kawan yang diberi amanah menjalankan kepengurusan organisasi mahasiswa Muslim di bawah jurusan Arsitektur. 
 
Pertama, seminar mahasiswa
 
Seminar rutin mahasiswa dapat diselenggarakan sekali dalam sebulan atau dwi mingguan. Tujuan program ini untuk memperkenalkan khazanah arsitektur sepanjang Peradaban Islam yang telah menginjak 14 abad lebih, sehingga diharapkan berbagai materi yang disampaikan dapat memperkaya ‘kosakata’ arsitektur bagi mahasiswa. 
 
Progam ini sepenuhnya dijalankan oleh mahasiswa. Materi dibawakan oleh mahasiswa, dimoderasi oleh mahasiswa, dihadiri oleh mahasiswa, dan diapresiasi oleh mahasiswa. Setiap sesi dapat menghadirkan 2 sampai 3 orang pembicara dari mahasiswa dengan 1 topik materi atau lebih. 
 
Materi yang diangkat tidak perlu terlalu berat, cukup sampai tahap deskriptif dengan membedah sebuah atau beberapa karya arsitektur sepanjang Peradaban Islam persesi pertemuan. 
 
Peradaban Islam yang berumur 14 abad lebih memiliki beragam tipe arsitektur dengan berbagai gaya dan pencapaian teknologi, bahkan ratusan tokoh arsitek dengan berbagai pemikiran arsitekturnya dapat diungkap.
 
Setiap program tentu mengharuskan adanya apresiasi untuk memotivasi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya dan menjamin keberlangsungan program tersebut. 
 
Bagi pembicara dan peserta dapat disediakan sertifikat dan materi yang disampaikan dapat dicetak dalam format tabloid Jum’at dan disebarkan di masjid atau mushola kampus, atau dicetak dalam format poster dan ditampilkan di mading kampus atau masjid. 
 
Kehadiran dari pihak dosen juga dibutuhkan dalam program ini untuk memberikan apresiasi kepada pembicara dan motivasi kepada seluruh pihak yang terlibat agar program ini dapat terus berjalan dengan rutin dan berkelanjutan.
 
Pembiayaan seharusnya tak lagi perlu dibahas karena organisasi kemahasiswaan yang resmi berada di bawah jurusan arsitektur memiliki jatah anggaran. 
 
Kalaupun tidak memiliki jatah anggaran dapat menentukan biaya bagi peserta untuk mengganti biaya cetak sertifikat dan sedikit biaya untuk mencetak tabloid Jum’at atau poster dan sertifikat bagi pemakalah. Aku kira 5 ribu perorang sudah mencukupi, jauh lebih murah daripada biaya parkir mobil di mall.
 
Alhamdulillah program sejenis ini telah dijalankan dahulu dan begitu banyak manfaat yang penulis pribadi dapatkan. Melalui program sejenis ini aku belajar untuk berbicara dan menyampaikan gagasan di depan forum seminar, melalui program ini pula aku mendapatkan akselerasi pengetahuan mengenai khazanah arsitektur yang tak mungkin semuanya disampaikan pada mata kuliah sejarah dan teori arsitektur. 
 
Yang terpenting, program sejenis ini wadah untuk belajar bertanggung jawab terhadap materi yang penulis sampaikan.
 
Kedua, seminar umum
 
Program seminar umum menjadi ujung tombak lainnya untuk mempelajari Arsitektur Islam yang diselenggarakan oleh organisasi himpunan mahasiswa Muslim dengan menghadirkan seorang ahli di bidang keilmuan Arsitektur Islam. Program ini dapat dijadwalkan sekali sampai tiga kali dalam 1 semester. 
 
Melalui program ini akan didapati jawaban-jawaban untuk permasalahan yang sifatnya mendasar dan fundamental. Tentu saja dibutuhkan perencanaan program paling tidak untuk jangka waktu 1 tahun berikut dengan rencana narasumber dan topik setiap sesi yang disesuaikan dengan kemampuan mahasiswa untuk menerima materi.
 
Ketiga, mengunjungi obyek arsitektur
 
Arsitektur adalah ilmu yang unik. Ia tak cukup dipelajari di dalam ruang kelas dengan menyimak dosen menyampaikan materi, dan tak cukup pula dengan membaca berbagai buku arsitektur. 
 
Mempelajari arsitektur dengan mendalam tidak bisa tidak harus mengunjungi langsung obyek arsitektur, melihatnya dengan kedua mata, merasakan tekstur permukaannya, menghirup baunya, bahkan mengguggah kesadaran diri dalam ruang-ruangnya. 
 
Dengan kata lain meruang dan meleburkan diri dalam ruang untuk menanamkan ingatan dan pengalaman subyektif dalam ruang-ruangnya. 
 
Hampir setiap daerah di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari Islam yang telah berakar berabad-abad lamanya melalui berbagai wujud budaya yang ditanamkan oleh para ulama. Di mana terdapat komunitas Muslim berikut dengan para ulamanya maka di situlah akan ditemui Islam, dan di situlah terdapat obyek arsitektur yang memancarkan nilai-nilai Islam untuk dapat diambil hikmah bagi para pencarinya. 
 
Tak usah jauh-jauh, bagi mahasiswa yang berada di Yogyakarta dapat mengunjungi Kampung Kauman Yogyakarta, Masjid Gedhe, Masjid Kota Gede, masjid pathok negoro, dan masih banyak obyek arsitektur lainnya yang jika dituliskan satu persatu niscaya tidak akan cukup sehari semalam untuk menuliskannya. 
 
Program ini dapat rutin dilaksanakan sekali dalam 1 semester yang perencanaannya meliputi narasumber, perijinan. dan biaya yang dibutuhkan. 
 
Ketiga program di atas tentu saja tidak rigid dan bisa dikombinasikan atau dimodifikasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Sesekali memang diperlukan untuk mengadakan seminar mahasiswa di ruang luar seperti di tengah taman atau di pinggir danau untuk memberikan suasana yang berbeda. 
 
Sesekali seminar umum dapat dirangkai dengan mengunjungi obyek arsitektur atau kegiatan mengunjungi obyek arsitektur ditindak lanjuti dengan seminar mahasiswa. 
 
Bisa pula sesekali waktu diadakan program FGD untuk mengasah sensitivitas mahasiswa terhadap permasalahan arsitektur yang tengak dihadapi masyarakat dan umat Islam pada khususnya. 
 
Atau menonton film bersama yang berhubungan dengan arsitektur kemudian di akhir film dapat didiskusikan untuk menarik pelajaran dan nilai-nilai arsitektur yang sekiranya bermanfaat. Begitu banyak inovasi dan kreativitas jika kita berkeinginan untuk sejenak saja memikirkannya.
 
Program terlampau sederhana yang ditawarkan memang tidak dapat menghapuskan kegalauan dan kerisauan yang kita alami bersama, tapi paling tidak dapat meringankan sakitnya. 
 
Tidak pula dapat memberikan pemahaman terhadap keilmuan Arsitektur Islam secara menyeluruh dan mendalam layaknya yang akan didapatkan di universitas dengan kurikulum yang dirancang khusus untuk melahirkan para arsitek dan cendikiawan Arsitektur Islam, tapi paling tidak kita telah memulainya dari hal terkecil yang semoga dari program ini di kemudian hari akan lahir arsitek ternama, peneliti, dosen, rektor, atau pendiri universitas yang diniatkannya untuk memperjuangkan Islam melalui arsitektur dan menggemakan Arsitektur Islam ke seluruh pelosok negeri. 
 
Program di atas tidak akan dapat mengusir kegelapan layaknya lampu neon yang terangnya menyilaukan, tapi paling tidak setangkai lilin telah dihidupkan untuk menyinari sejengkal kecil gelapnya ruang. 
 
Jangan lupakan dalam sejarah Peradaban Islam dengan setangkai lilin untuk menerangi kegelapan malam telah banyak terlahir para ulama dan karya besar yang hingga hari ini masih dapat kita ambil manfaatnya. Nyalakan cahaya Arsitektur Islam, dan jaga cahayanya dari tiupan angin yang mematikan.
 
Yakinlah kawan.
Engkau hanya perlu memulainya. 
Akhirnya, wallahu a’lam bishawab.
Editor :
Sumber : Andikasaputra.net
- Dilihat 2904 Kali
Berita Terkait

0 Comments