Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) benar-benar terancam keberadaan dan fungsinya sebagai lembaga anti rasuah yang bertaji tinggi. Setelah dikalahkan hanya oleh keputusan absolut seorang hakim di pengadilan, nasib tragis terus menimpa lembaga pemberantasan korupsi ini.
Kasus Budi Gunawaan (BG) yang semula ditanganinya kini dilimpahkan ke Kejaksaan Agung, yang menimbulkan prokontra. Selain itu, setelah dua anggota KPK Bambang Widjiyanto dan Abraham Samad, dijerat kasus hukum oleh Bareskrim, sebuah institusi di tubuh kepolisian yang kini menjelma menjadi superbodi yang agresif dan perkasa di Republik ini melebihi lembaga apapun sehingga kekuasaannya seakan absolut.
Kabar santer bahkan beredar di ruang publik, bahwa Presiden Jokowi akan mengeluarkan inpres yang menempatkan KPK sekitar 70-75 kewenangan dan fungsinya hanya pada pencegahan korupsi, sebagian kecil pada penindakan. Jika Inpres itu benar-benar keluar maka sempurnalah pelemahan dan penghancuran KPK yang selama ini sangat gemilang dalam menjerat kasus kasus besar korupsi di negeri ini. Lebih-lebih DPR selama ini juga cenderung tidak suka dengan KPK dan mencari-cari celah untuk memereteli sebagian fungsinya. Sungguh malang nasib KPK yang selama ini sangat perkasa dalam memberantas korupsi.
Semua rentetan peristiwa pelemahan dan kalahkan KPK itu berawal dari kehebatan hakim Sarpin yang memenangkan gugatan Budi Gunawan dalam sidang praperadilan. Keputusan Hakim yang kontroversial itu bukan hanya membuka ruang leluasa bagi para tersangka lainnya untuk mengajukan gugatan praperadilan. Namun lebih dari itu merupakan babak baru kemenangan para koruptor. Bukan hanya tatanan hukum yang dirusak, bahkan usaha pemberantasan korupsi yang selama ini terbilang sukses dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berada dalam ancaman yang serius.
Di luar logika hukum yang sering verbalistik, terdapat hal ironi di balik kontroversi keputusan pengadilan itu. Jika keputusan KPK dalam menetapkan tersangka dengan mudah dianulir oleh keputusan seorang hakim , maka hal itu merupakan hal yang tidak sederhana. Apalagi manakala hakim sendiri atas nama terobosan hukum boleh menfsirkan sekehendaknya yang dianggap sudah melampaui otoritasnya. Apa benar hakim boleh semaunya menafsirkan dan mengambil keputusan absolut. Kita tak dapat menerima begitu saja hakim memiliki otoritas absolut menyamai kekuasaan Tuhan. Lebih-lebih jika keputusannya salah dan membawa kemudaratan. Akibat keputusan hakim itu kini para koruptor memperoleh angin segar untuk membuka jalan bebas dari jeratan hukum.
Pelemahan KPK dan kemenangan para koruptor semkin lengkap dengan angin politik yang berembus dari gedung DPR, Komisi III DPR begitu bersemangat mengusut pertemuan politik Abraham Samad dengan pihak PDIP dan tim sukses Jokowi-JK dalam Pilpres 2014 dengan dalih pelanggaran etika. Fenomena tersebut menunjukkan KPK memiliki banyaknya musuh yang seolah saling bekerjasama untuk melemahkannya. Para koruptor di lingkungan manapun memang tidak akan pernah suka diirinya di jebloskan ke penjara.
Peristiwa yang dikemukakan tersebut menunjukkan bahwa usaha pemberantasan korupsi oleh KPK menemukan jalan terjal dan diambang ketakberdayaan. KPK makin dilemahkan dan aliansi koruptor memperoleh angin segar untuk terus beraksi secara sistemik di Republik ini. Apalagi jika pemerintah tidak melindungi KPK dari usaha-usaha pelemahan itu. Hasil akhirnya ialah KPK kalah telak, para koruptor keluar sebagai pemenang.
Editor | : | |
Sumber | : | Suara Muhammadiyah |
- Budaya Silaturahmi dan Halal Bihalal
- Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Menurut Perspektif Pemikir Ekonomi Islam
- Jauh Dari Pemerintahan Bersih Dalam Sistem Demokrasi
- Persikasi Bekasi, Dulu Penghasil Talenta Sekarang Sulit Naik Kasta
- Quo Vadis UU Ciptaker
- Kaum Pendatang Mudik, Cikarang Sunyi Sepi
- Menanti Penjabat Bupati Yang Mampu Beresin Bekasi
- Empat Pilar Kebangsaan dan Tolak Tiga Periode
- DUDUNG ITU PRAJURIT ATAU POLITISI?
- Ridwan Kamil Berpeluang Besar Maju di Pilpres 2024, Wakil dari Jawa Barat
- QUO VADIS KOMPETENSI, PRODUKTIVITAS & DAYA SAING SDM INDONESIA
- Tahlilan Atas Kematian Massal Nurani Wakil Rakyat
- Nasehat Kematian Di Masa Pandemi Covid-19
- FPI, Negara dan Criminal Society
- Pembantaian di Sigi Poso Sulteng, Ini Hipotesanya
0 Comments