Pangan Sehat dan Terjangkau, Memang Bisa?
DAKTA.COM - Belakangan ini kita saksikan bagaimana pemerintah tunggang langgang berusaha menstabilkan harga beras dan beberapa komoditas pangan lainnya yang terus naik. Kenaikan harga tidak saja menggerus daya beli masyarakat tetapi juga mempersulit akses kepada pangan yang bergizi dan terjangkau.
“Berbagai usaha pemerintah untuk mengekang kenaikan harga beras serta beberapa komoditas pangan lainnya mengindikasikan adanya strategi serta kebijakan perdagangan pangan yang perlu ditinjau kembali agar mampu menstabilkan harga,” ujar “ Azizah Fauzi, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS).
Kebijakan perdagangan pangan memiliki imbas yang besar pada keterjangkauan pangan, sehingga perlu menjadi perhatian dalam merancang strategi untuk memastikan akses masyarakat pada pangan bergizi, beragam dan terjangkau.
Pangan sehat dan terjangkau juga akan dapat membantu pemerintah mencapai targetnya untuk menekan angka stunting pada balita dan anak anak menjadi 14 persen tahun ini.
Walaupun pemerintah bertekad untuk berswasembada dalam beberapa bahan pangan pokok, termasuk beras, produksinya saat ini belum dapat mencukupi kebutuhan yang ada. Apalagi mengingat dampak dari perubahan iklim seperti yang diakibatkan oleh El Niño yang mengakibatkan berkurangnya, rusaknya serta terlambatnya produksi nasional.
Impor, menjadi jawaban logis, namun selain beberapa faktor geopolitis dan nasionalis yang mengurangi pasokan global dan membuat harga menjadi tinggi, terdapat kebijakan impor terkait komoditas strategis , yang justru berkontribusi meningkatkan harga atau kurang efektif dalam menstabilkan pasokan dan harga komoditas.
Penelitian menunjukkan bahwa hambatan non-tarif yang diberlakukan dalam perdagangan komoditas strategis dan bahan pokok pangan, seperti sistem kuota, pembatasan impor ekspor dan lainnya terbukti telah meningkatkan biaya pengadaan pangan dan karenanya meningkatkan harga pangan domestik.
Sebuah studi oleh Marks (2017) menemukan bahwa hambatan non tarif menyebabkan harga beras di dalam negeri menjadi 67,2 persen lebih tinggi dibandingkan harga internasional dan penghapusan sistem kuota misalnya akan dapat menjadikan selisih harga ini hanya sebesar 8,4 persen. Tentu saja biaya tambahan yang diakibatkan hambatan non tarif ini harus ditanggung oleh konsumen.
Reformasi perdagangan dapat memperbaiki status gizi dan kesejahteraan masyarakat dengan menyediakan akses terhadap pangan yang lebih terjangkau. Liberalisasi perdagangan dapat secara tidak langsung berdampak terhadap gizi dengan mengurangi harga impor dan membuka akses terhadap pangan terjangkau dan lebih beragam.
Reporter | : | Warso Sunaryo |
- Bank Syariah Artha Madani Raih 2 Penghargaan Tata Kelola di GRC Awards 2024
- CSG Pererat Kolaborasi dengan Perbankan, Berikan Kemudahan Kepemilikan Hunian
- XYZ Livin dan Cendana Spark North Dorong LPCK Capai Pra Penjualan Rp741 Miliar di Semester I/2024
- KPP Pratama Bekasi Utara Gelar DBS Litbatkan Kelompok Rentan
- SMB Kembali Hadirkan Pasar Senggol dengan Ragam Kuliner ala Pantai
- Terpilih Kembali Sebagai Ketum ASPHRI, Yosminaldi Prioritaskan Regenerasi
- Semen Merah Putih Tawarkan Inovasi Semen Tahan Cuaca Ekstrem untuk Konstruksi Modern
- Diterpa Badai PHK Masal, Jumlah Pekurban Kelas Menengah diprediksi Turun
- Upaya Meningkatkan Ekonomi Masyarakat, PT Andalan Furnindo Salurkan Bibit Ikan Nila
- IAPMO dan Rucika Kerjasama Sertifikasi Tukang Pipa
- PT Lippo Cikarang Tbk. Ungkap Agenda Keberlanjutan Jangka Panjang
- Pasar Rumah Tapak Bertumbuh, LPCK Siapkan Proyek XYZ LIVIN
- Serangan Iran ke Israel Bisa Akibatkan Inflasi di Indonesia
- Aturan Pembatasan Impor Berpotensi Lemahkan Daya Saing Produk Dalam Negeri
- Lebih Hemat, Water Kingdom Mekarsari Tawarkan Tiket Presale bagi Pengunjung
0 Comments