Kajian Keislaman /
Follow daktacom Like Like
Selasa, 24/03/2015 15:13 WIB

Munarman : Kampanye Anti Islam Dibalik Isu ISIS

Munarman SH 1
Munarman SH 1

An-Nashr Institute: Ada Kampanye Anti Islam di Balik Propaganda Kriminalisasi ISIS


JAKARTA_DAKTACOM: Direktur An-Nashr Institute, Munarman, SH menilai penangkapan terhadap orang-orang yang dituduh sebagai pendukung Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) merupakan justifikasi yang dilakukan oleh pakar hukum internasional, Hikmahanto Juwono dalam wawancaranya dengan media Kompas.

Menurut Munarman, ada dua fokus masalah dari pernyataan Hikmahanto di media tersebut. Pertama, wawancara tersebut pasti diinisiasi oleh Kompas dalam upaya untuk kampanye dan propaganda anti Islam, yang notabene merupakan media milik katolik.

“Teknik ‘pinjam mulut’ sudah sangat biasa digunakan oleh media-media anti Islam dalam rangka mem-blow up dan menyeragamkan opini yang menyudutkan kelompok Islam. Teknik ini sudah sangat lama dijadikan metode utk melemahkan opini yang non-maintream,” kata Munarman saat dihubungi oleh wartawan, pada Ahad (22/3/2015).

Bila kita periksa, lanjut Munarman, hampir boleh dikatakan tidak ada representasi opini dari narasumber yang kritis terhadap isu ISIS ini, hampir sepenuhnya Kompas hanya memuat beragam opini yang memojokkan orang-orang yang dituduh terlibat ISIS dan opini yangg menghakimi ISIS sebagai penjahat.

“Hampir tidak pernah Kompas memuat analisis yang jernih tentang peta konflik di timur tengah apalagi memuat bantahan dari kelompok yang selalu dipersepsi sebagai penjahat oleh Kompas,” tuturnya.

Pada sisi lain, ucapnya, Kompas selalu memuat opini dengan teknik pinjam mulut untuk mempropagandakan liberalisme, sekulerisme dan pluralisme yang sudah dinyatakan sesat dan bertentangan dengan Islam oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Media tersebut dengan santai dan terkesan sinis dengan fatwa sesat paham sekulerisme, pluralisme dan liberalisme, beranggapan paham-paham tersebut bukan bahaya sama sekali bagi umat islam, namun selalu menyebut paham ISIS, tanpa jelas kriteria sesatnya.

“Padahal ISIS bukan paham, tapi nama kelompok yang sudah bubar, berganti menjadi Daulah Islam, namun terus menerus di-blow up sebagai paham pemikiran. Jadi ada missleading issue secara sengaja yang dikembangkan oleh Kompas,” jelasnya.

Seperti diketahui, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai, warga negara Indonesia (WNI) yang bergabung dengan ISIS bisa dijerat pidana. Begitu pula bagi WNI yang membiayai warga Indonesia untuk bergabung dengan ISIS.

Ketentuan tersebut, menurut Hikmahanto, sudah diatur pada pasal yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

“Dalam Buku 2 Bab 3 KUHP diatur tentang kejahatan-kejahatan terhadap negara sahabat dan terhadap kepala negara sahabat serta wakilnya,” kata Hikmahanto seperti dilansir dariompas.com, Jumat (20/3/2015).

Hikmahanto mencontohkan Pasal 139a yang menyebutkan, “Makar dengan maksud melepaskan wilayah atau daerah lain dari suatu negara sahabat untuk seluruhnya atau sebagian dari kekuasaan pemerintah yang berkuasa di situ, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.

“Pasal ini dapat digunakan bagi WNI yang berhubungan dengan ISIS mengingat ISIS memerangi pemerintahan yang sah di Irak dan Suriah. Dua negara ini merupakan negara sahabat dari Indonesia,” ucap Hikmahanto.***




 

Editor :
Sumber : Kiblat.net
- Dilihat 2726 Kali
Berita Terkait

0 Comments