Nasional / Hukum dan Kriminal /
Follow daktacom Like Like
Selasa, 18/01/2022 08:00 WIB

Pengamat: Laporkan Ubedilah Badrun Dengan Pasal 317 KUHP, Ketua Joman Permalukan Diri Sendiri

Dosen Universitas Negeri Jakarta UNJ yang juga aktivis 98 Ubedilah Badrun 2
Dosen Universitas Negeri Jakarta UNJ yang juga aktivis 98 Ubedilah Badrun 2

JAKARTA, DAKTA.COM- Ketua Jokowi Mania Immanuel Eben Ezer dinilai telah mempermalukan diri sendiri karena terburu-buru melaporkan Ubedilah Badrun dengan sangkaan Pasal 317 KUHP.
 

Immanuel, seyogyanya membaca pasal 317 KUHP dengan baik-baik dan tenang, karena 4 syarat dalam pasal tersebut belum terpenuhi. Yakni, laporan yang sengaja, laporan palsu, nama baik yang dicemarkan, dan subjek pelapor adalah yang terlapor.

 

Demikian Pengamat Politik LIMA Indonesia Ray Rangkuti dalam keterangan tertulisnya kepada KOMPAS TV, Senin (17/1/2022).

 

“Ke empat persyaratan tersebut belum satupun terpenuhi dalam peristiwa ini,” kata Ray Rangkuti.

 

Di sisi, Ray lain justru melihat laporan Immanuel kepada Ubedilah Badrun semakin menguatkan persepsi bahwa upaya pemberantasan korupsi di era Jokowi melemah.

 

Sebagaimana diketahui, Indonesia menempati ranking 102 sebagai negara dengan indeks persepsi korupsi. Kalah dari Singapura di ranking ketiga, Brunei Darussalam ranking 35, Malaysia ranking 57.

 

“Pak Jokowi sendiri menyatakan keresahannya akan rendahnya indeks persepsi korupsi Indonesia dalam hal pidato peringatan hari anti korupsi sedunia, Desember 2021,”

 

“Artinya, langkah pelaporan terhadap Ubed tersebut tidak mendukung upaya presiden untuk meningkatkan indeks persepsi yang dimaksud, dan dalam skala lebih besar mendukung upaya menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih.”

 

Dengan begitu, Ray justru mencermati apa yang dilakukan Immanuel justru menebalkan persepsi publik tentang situasi tidak ramah pemerintahan Jokowi terhadap gerakan anti korupsi.

 

“Setelah revisi UU KPK, beberapa menteri yang ditangkap, dan pelaporan atas mereka yang melaporkan dugaan adanya tindak pidana korupsi, merupakan sinyal kuat bahwa upaya pemberantasan korupsi di era kedua pak Jokowi tidak lebih dari sekedar ucapan basa-basi,” kata Ray.

 

“Tidak ada langkah konkret di lapangan. PP No 43 tahun 2018 tentang partisipasi dan penghargaan terhadap partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi seperti mandul di lapangan. Bahkan seperti dibelakangi oleh salah satunya pendukung Pak Jokowi.”

 

Tak hanya itu, lanjut Ray, langkah seperti ini juga akan dapat menjadi acuan bagi mereka yang diadukan karena dugaan korupsi.

 

“Sebab, seperti sebelumnya, setiap pelaporan dugaan tindak pidana korupsi akan selalu dihadang oleh pasal pencemaran nama baik,” ujarnya.

 

“Akibatnya, kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dalam mencegah dan memberantas korupsi makin sulit ditingkatkan. Satu harapan yang bahkan kala dijanjikan hadiah sekalipun belum dapat dioptimalkan.”

 

Sumber : KOMPAS
- Dilihat 1430 Kali
Berita Terkait

0 Comments