Kasak Kusuk ISIS dan Nasib Ayah Aisyahnaz
Oleh : Fajar Shadiq (Wartawan Kiblat.net)
DAKTACOM: Wah, kalau sekarang kayaknya, tidak bisa ditanya-tanya dulu. Dari kemarin sudah ditanya-tanya terus. Takutnya nanti malah minum (racun anti serangga, red) lagi.”
Kalimat yang meluncur dari salah seorang aparat di lingkungan Kecamatan Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung terus terngiang-ngiang di kepala kami saat sedang membelah jalan raya yang menghubungkan Rancaekek-Majalaya. Jalan yang tak terlalu lebar semakin diperparah dengan lubang-lubang besar sepanjang jalan cukup membuat siapa pun yang tak punya motivasi kuat, enggan meneruskan penelusuran kabar yang marak beredar belakangan ini.
Sebelumnya, media-media mainstream cukup deras memberitakan tentang Mahfouzt Firdaus, warga RT 01 RW 06 Kampung Babakan Ciparay, Desa Rancakasumba, Kecamatan Solokan Jeruk, Bandung Timur. Sebenarnya, sorotan media bukan untuk Mahfouzt. Adalah Aisyahnaz Yasmin, puteri dari pernikahan Mahfouzt Firdaus dengan isteri pertamanya, Tati, seorang warga Lampung.
Nama Aisyahnaz menjadi sorotan karena masuk ke dalam daftar 16 WNI yang hilang di Turki dan dituduh ingin bergabung dengan ISIS.
Sejak anaknya jadi sorotan, rumah Mahfouzt mendadak jadi lebih ramai dari biasanya. Wartawan dari sejumlah media, aparat kepolisian, petugas desa hingga kemungkinan besar agen intelijen pun mendatang rumah Mahfouzt tak henti-hentinya. Sepekan lebih, kediaman Mahfouzt yang terletak di pinggir jalan utama itu terus menerima tamu.
Hingga akhirnya, puncaknya terjadi pada Selasa, (17/03). Mahfouzt ditemukan oleh kakak iparnya Juangsih sedang tergeletak di kamar tidurnya. Tak jauh dari posisi dia terbaring, ditemukan racun anti serangga. Mahfouzt pingsan tak berdaya.
Qadarallah, saat itu Kepala Desa Rancakasumba, Jajat Sudrajat juga sedang mengantar wartawan ke rumah Mahfouzt untuk wawancara dan mengambil gambar. Jajat yang melihat salah seorang warganya sedang kritis lantas membawa Mahfouzt ke Klinik Umum Marlina di jalan Rancaekek-Majalaya yang berjarak hanya dua kilometer dari lokasi kejadian.
“Ya mungkin depresi atau stres saya juga gak paham. Kebetulan saja saya yang menemukan bersama keluarganya pas nganter wartawan mau memfoto-foto, jadi saya bawa ke klinik. Alhamdulillah masih tertolong,” ujar Jajat Sudrajat kepada wartawan Kiblat.net di Kantor Desa Rancakasumba pada Jumat, (20/03).
Atas kejadian itu, akhirnya pihak keluarga meminta kepada pejabat desa dan pihak yang berwenang agar Mahfouzt bisa istirahat dan tidak diganggu lagi oleh kedatangan wartawan. Atas alasan kemanusiaan, Jajat pun mengizinkan dengan syarat pihak keluarga tetap menjaga komunikasi jika sewaktu-waktu dibutuhkan.
Menurut penuturan Jajat, sebelum kejadian (meminum racun) itu, Mahfouzt memang kerap ditanya-tanya oleh wartawan. Tapi, pada Senin malam, Mahfouzt diinterogasi oleh Polsek Solokan Jeruk hingga pukul 01.00 dini hari.
“Saya waktu malem Selasa, piket di pos ronda bersama warga sampai jam 12.30 malam. Saya pulang, dia (Mahfouzt) baru datang dari Polsek. Gak tahu terguncangnya dari masalah apa. Apa malu? Apa ada beban? Belum sempat komunikasi lagi setelah kejadian itu,” imbuh Jajat.
Trauma berat
Usai mendapatkan informasi dari aparat desa, Kiblat.net melakukan penelusuran langsung ke kediaman Mahfouzt. Letak rumahnya di pinggir jalan raya, memang memudahkan siapa pun untuk mengunjungi Mahfouzt.
Saat Kiblat.net memasuki halaman rumahnya, suasana tampak lengang. Sebuah mobil Toyota Avanza ditutupi sarung penutup berwarna kelabu terparkir di depan. Secarik kertas bertuliskan “Tidak bisa/tidak berkenan diwawancarai dengan alasan kesehatan” ditempel di pintu bagian depan, samping tembok, hingga pintu bagian belakang. Beberapa kali kami melontarkan salam tak ada yang menjawab.
Kami mencoba memutari rumah lewat samping. Rupanya ada pintu samping yang masih terbuka. Tapi, belum lagi kami mengucapkan salam. Brakk!! Pintu ditutup dengan cepat.
Dari penuturan tetangga sebelahnya, sebenarnya keluarga Mahfouzt ada di dalam rumah. Namun, mereka masih mengalami trauma yang cukup berat.
Oleh warga sekitar, Mahfouzt dikenal sebagai warga yang baik dan tidak pernah membuat masalah. Hanya memang, ia dikenal sebagai pribadi yang tertutup.
Setelah dirawat di klinik pada Selasa lalu, Mahfouzt bahkan belum mampu berbicara kepada pihak keluarga dan kerabat terdekatnya.
“Kepada keluarganya juga belum ngomong-ngomong akibat depresi itu hingga kemarin. Saya tidak tahu apa pertanyaan-pertanyaan dari kepolisian. Pihak keluarga minta jangan diganggu wartawan, saya juga berdasarkan pertimbangan kemanusiaan, lah mas,” imbuh Jajat.
Menanggapi hal ini, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S. Pane, kepada Kiblat.net, Jumat (20/03) menyatakan, dalam pemeriksaan orang-orang yang terkait perkara seputar isu ISIS, polisi cenderung melakukan intimidasi. Dugaan adanya tindakan polisi yang melakukan intimidasi dan teror saat memeriksa Mahfouzt Firdaus, ayah Aisyahnaz, semakin menambah panjang daftar tindakan serupa yang terjadi di banyak kasus.
“Memang kalau interogasi di kantor polisi, terutama yang menyangkut isu radikalisme, teroris, ISIS, memang cenderung seperti teror terhadap saksi ataupun tersangka,” kata Neta.
Bola Api ISIS
Pemberitaan hilangnya 16 WNI di Turki belakangan ini akhirnya bergulir menjadi bola api. Konstruksi wacana yang beredar pada isu ini berujung pada keinginan untuk membuat undang-undang yang lebih tegas untuk menghabisi apa yang disebut pemikiran radikalisme. Mulai dari usulan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU) yang membatasi warga Indonesia ke Suriah, hingga permintaan BNPT untuk merevisi Undang-undang Anti-Teror ke arah UU Subversif.
Penggiringan isu itu tentu saja harus dilakukan secara gebyah uyah, tak peduli apakah daftar nama 16 WNI di Turki itu semuanya valid atau ada yang bodong seperti pada kasus Suroya Chalid. Setelah ditelusuri, Suroya, warga Surabaya ternyata masih berada di rumahnya bukan di Turki.
Penggiringan isu itu juga harus masif, tak peduli nasib mahasiswa Turki di Indonesia yang menjadi kalang kabut ditanyai oleh orangtuanya karena ketakutan anaknya gabung ISIS. Meski di Turki, kabar kasak-kusuk ISIS tak pernah ada gaungnya.
Dan tentu saja, penggiringan isu itu tak perlu bersimpati kepada Mahfouzt, yang harus menanggung depresi hingga minum racun anti serangga.***
Reporter | : | dwh |
- Budaya Silaturahmi dan Halal Bihalal
- Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Menurut Perspektif Pemikir Ekonomi Islam
- Jauh Dari Pemerintahan Bersih Dalam Sistem Demokrasi
- Persikasi Bekasi, Dulu Penghasil Talenta Sekarang Sulit Naik Kasta
- Quo Vadis UU Ciptaker
- Kaum Pendatang Mudik, Cikarang Sunyi Sepi
- Menanti Penjabat Bupati Yang Mampu Beresin Bekasi
- Empat Pilar Kebangsaan dan Tolak Tiga Periode
- DUDUNG ITU PRAJURIT ATAU POLITISI?
- Ridwan Kamil Berpeluang Besar Maju di Pilpres 2024, Wakil dari Jawa Barat
- QUO VADIS KOMPETENSI, PRODUKTIVITAS & DAYA SAING SDM INDONESIA
- Tahlilan Atas Kematian Massal Nurani Wakil Rakyat
- Nasehat Kematian Di Masa Pandemi Covid-19
- FPI, Negara dan Criminal Society
- Pembantaian di Sigi Poso Sulteng, Ini Hipotesanya
0 Comments