Kekerasan Seksual pada Anak Akibat Sistem yang Rusak
DAKTA.COM - Oleh : Sri Puji Hidayati, M.Pd (Aktivis Muslimah & Pendidik Generasi)
Anak merupakan amanah dari Allah SWT yang dititipkan kepada kedua orang tuanya, oleh sebab itu mereka harus dijaga, dididik dan dilindungi. Pada Hari Anak Nasional (HAN), 23 Juli 2020 yang lalu mengambil tema Anak Terlindungi, Indonesia Maju dengan tagline #AnakIndonesiaGembiradiRumah.
Berdasarkan kutipan pedoman pelaksaaan HAN 2020 yang diterbitkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), peringatan Hari Anak Nasional dimaknai sebagai kepedulian seluruh bangsa Indonesia terhadap perlindungan anak Indonesia agar tumbuh dan berkembang secara optimal, dengan mendorong keluarga Indonesia menjadi lembaga pertama dan utama dalam memberikan perlindungan kepada anak.
Upaya ini akan menghasilkan generasi penerus bangsa yang sehat, cerdas, ceria, berakhlak mulia, dan cinta Tanah Air di masa pandemi Covid-19.
Peringatan HAN sudah diperingati di Indonesia sejak tahun 1984 dengan berbagai tema. Namun, kondisi anak-anak di Indonesia masih memprihatinkan. Berbagai persoalan menimpa mereka dan membuat masa depannya terancam. Banyaknya kasus kekerasan atau kejahatan seksual terhadap anak merupakan salah satu persoalannya.
Berdasarkan Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI) Kementerian PPPA terdapat 3.928 kasus kekerasan terhadap anak-anak yang dilaporkan sejak Januari 2020 sampai dengan 17 Juli 2020. Kekerasan yang dilaporkan hampir 55 persen merupakan kekerasan seksual baik fisik dan emosional. (kaltim.idntimes.com, 23 Juli 2020)
Melihat banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi sekarang, menunjukkan bahwa kondisi kehidupan sosial keluarga dan masyarakat sudah di luar kenormalan.
Naluri fitri untuk melindungi anak-anak terancam punah seiring dengan lemahnya fungsi keluarga, kontrol masyarakat, dan penegakan hukum oleh negara. Berbagai upaya sudah dilakukan untuk memberantas kekerasan seksual pada anak. Dengan mengadakan berbagai model kampanye, model-model sosialisasi, dan edukasi publik. Memberikan jaminan perlindungan kepada anak melalui pengembangan payung hukum dan peraturan yang disahkan dalam undang-undang, dll.
Namun, upaya ini belum dirasakan nyata oleh anak-anak. Tindak kekerasan seksual masih menjadi ancaman yang paling mengerikan dan terus menghantui anak-anak di Indonesia. Bagaimana tidak, kekerasan seksual pada anak dapat menyebabkan trauma mendalam bagi mereka yang dapat mengancam masa depannya. Oleh sebab itu, sudah semestinya dicari akar masalahnya, sehingga penyelesaiannya dapat tuntas dan totalitas.
Pandemi Covid-19 belum selesai, bahkan kasusnya setiap hari semakin bertambah. Dampak pandemi ini membuat kondisi perekonomian semakin sulit, jumlah pengangguran semakin bertambah akibat pemutusan hubungan kerja sehingga angka kemiskinan semakin meningkat. Penerapan sistem ekonomi kapitalis telah menjadikan perekonomian dikendalikan dan dikuasai oleh korporasi. Sehingga keadilan untuk mendapatkan kehidupan yang layak sulit untuk diraih.
Sementara beban hidup semakin bertambah akibat dari berbagai regulasi dan pengaturan yang tidak memperdulikan keadaan rakyatnya. Seperti kenaikan tarif BPJS, tarif listrik, harga BBM yang tidak kunjung turun, iuran tapera, dll. Kondisi ini memicu stres orang tua. Tanpa pemahaman yang benar, banyak orang tua yang melampiaskan berbagai tekanan tersebut kepada anak-anaknya. Anak merupakan kelompok yang lemah dan rentan mengalami kekerasan.
Di sisi lain rangsangan seksual di masyarakat kian hari semakin bertambah. Konten atau materi pornografi dan pornoaksi baik film, majalah, situs, dan media porno lainnya begitu mudah diakses dan diperoleh. Akibatnya hal itu semakin meningkatkan dorongan untuk memuaskan nafsu syahwat bagi orang-orang yang lemah imannya.
Pada akhirnya anak-anak menjadi sasaran empuk bagi predator seksual. Di masyarakat sekular kapitalisme seperti saat ini, orang yang imannya lemah banyak jumlahnya. Sistem sekular kapitalisme berhasil menjauhkan nilai-nilai iman dan takwa dari manusia.
Padahal, nilai keimanan dan ketakwaan adalah garda terdepan pencegah penyimpangan pada seseorang. Lemahnya amar makruf nahi mungkar pada masyarakat menimbulkan ketidakpedulian satu sama lain.
Fakta-fakta perangsang hasrat seksual dibiarkan merajalela tanpa ada kontrol masyarakat. Atas nama HAM dan nilai kebebasan, masyarakat menjadi terpasung untuk menghilangkan kemungkaran. Begitupun dengan sikap negara yang membiarkan pornografi dan pornoaksi tersebar di masyarakat.
Para kapitalis menjadikan pornografi sebagai lahan bisnis yang dapat menghasilkan pundi-pundi keuntungan bagi mereka, sehingga keberadaan pornografi dan pornoaksi dibiarkan bahkan diberi ruang seluas-luasnya tanpa memikirkan akibatnya. Penerapan sistem hukum yang mandul, menjadikan para pelaku kekerasan tidak merasa jera. Hal ini semakin melemahkan perlindungaan terhadap anak.
Oleh sebab itu, penyebab utama kasus kekerasan seksual pada anak adalah penerapan sistem kehidupan yang rusak. Sistem sekular kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan dan mendewakan kebebasan melahirkan kerusakan di semua sendi kehidupan.
Anak-anak akan mendapatkan perlindungan secara totalitas seolah hanya mimpi yang sulit untuk diraih. Jadi, tiada cara lain selain dengan mengganti sistem sekular kapitalisme dengan Islam yang mempunyai paradigma melindungi dan menjaga anak. Paradigma dengan menakut-nakuti pelaku kekerasan seksual pada anak dengan hukuman atau aturan semata, tanpa disertai ketakwaan bukanlah solusi yang benar.
Islam diturunkan oleh Allah SWT dengan seperangkat aturan yang komprehensif untuk menyelesaikan persoalan hidup manusia, termasuk kekerasan seksual pada anak.
Islam memiliki mekanisme untuk mencegah dan memberantas kekerasan seksual pada anak. Islam melarang segala apapun aktivitas yang memberi peluang terjadinya kekerasan seksual pada anak. Interaksi antara laki-laki dan perempuan dan hubungan kekerabatan dalam keluarga diatur oleh Islam.
Sistem pendidikan dalam Islam semakin memperkokoh syakhshiyyah Islamiyah (kepribadian Islam) dalam diri setiap individu, termasuk menyiapkan para orang tua yang amanah dalam mengasuh, membesarkan, dan mendidik anak-anak dalam keluarganya. Islam pun mengatur pembagian peran dan tanggung jawab dalam keluarga, sehingga anak-anak tidak akan terabaikan pengasuhannya.
Kesejahteraan setiap individu rakyat wajib dipenuhi oleh negara dengan berbagai mekanisme dalam sistem ekonomi Islam. Sanksi tegas yang memberikan efek jera dan mencegah juga ditetapkan oleh Islam, didukung oleh aparat yang amanah. Dan yang tidak kalah penting, keimanan dan ketakwaan yang kuat, baik pada rakyat maupun petugas negara, menjadi benteng yang kokoh untuk senantiasa taat pada aturan Allah.
Hukum dan aturan Islam demikian istimewa. Islam mencegah terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak dan juga menyelesaikannya. Islam memberi jaminan kehormatan dan kemuliaan anak-anak sebagai generasi penerus peradaban. Islam satu-satunya peradaban yang ramah anak dan patut untuk menjadi rujukan dan diwujudkan kembali. Oleh karena itu, mari kita mengembalikan segala macam persoalan pada aturan Islam atau syariah yang secara paripurna diterapkan oleh institusi negara. Wallahua’lam bi ash shawab
Editor | : | |
Sumber | : | Sri Puji Hidayati |
- Budaya Silaturahmi dan Halal Bihalal
- Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Menurut Perspektif Pemikir Ekonomi Islam
- Jauh Dari Pemerintahan Bersih Dalam Sistem Demokrasi
- Persikasi Bekasi, Dulu Penghasil Talenta Sekarang Sulit Naik Kasta
- Quo Vadis UU Ciptaker
- Kaum Pendatang Mudik, Cikarang Sunyi Sepi
- Menanti Penjabat Bupati Yang Mampu Beresin Bekasi
- Empat Pilar Kebangsaan dan Tolak Tiga Periode
- DUDUNG ITU PRAJURIT ATAU POLITISI?
- Ridwan Kamil Berpeluang Besar Maju di Pilpres 2024, Wakil dari Jawa Barat
- QUO VADIS KOMPETENSI, PRODUKTIVITAS & DAYA SAING SDM INDONESIA
- Tahlilan Atas Kematian Massal Nurani Wakil Rakyat
- Nasehat Kematian Di Masa Pandemi Covid-19
- FPI, Negara dan Criminal Society
- Pembantaian di Sigi Poso Sulteng, Ini Hipotesanya
0 Comments