Ahad, 12/07/2020 09:25 WIB
Hagia Sophia dan Masa Depan Dunia Islam
DAKTA.COM - Oleh: Fahmi Salim, Founder Al-Fahmu Institute & Dewan Pakar JATTI (Jaringan Alumni Timur Tengah Indonesia)
Alhamdulillah, tidak ada kata yang pantas terucap kecuali segala puji bagi Allah dan rasa syukur mendengar berita gembira, Hagia Sophia atau Aya Sofya kembali berfungsi menjadi masjid agung terhitung sejak 11 Juli 2020.
Selamat bagi masyarakat Turki, dan Presiden Recep Tayyip Erdogan, setelah menanti sekian lama untuk mewujudkan wasiat dari Sultan Muhammad Al Fatih.
Masjid Agung Aya Sofia adalah wakaf dari sang penakluk Konstantinopel, yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu alahi wa sallam, sebaik-baiknya pemimpin dan pasukan yang dipimpinnya, sebaik-baiknya pasukan.
Kebahagian bukan hanya untuk rakyat Turki, juga kaum muslimin di seluruh dunia, terutama umat Islam di Indonesia.
Aya Sofia adalah saksi sejarah tentang sebuah kejayaan Islam, jejak puncak mercusuar Islam di Eropa Timur, bahkan cahayanya menembus ke seluruh penjuru dunia kala itu, sebagaimana Masjid Cordova yang berada di Andalusia, atau Spanyol yang juga puncak mercusuar Islam di barat.
Sejak tahun 1934, Aya Sofia tak lagi berfungsi sebagai masjid setelah Presiden Kemal Attaturk kala itu mengeluarkan dekrit mengubah Aya Sofia dari masjid menjadi museum. Sebagai bukti keberhasilan proyek sekularisasi di Turki.
Namun, rakyat Turki tetap merindukan kejayaan Islam kembali tegak. Setelah 86 tahun berlalu, cita-cita itu terwujud dengan mengembalikan ikon kejayaan masa lalu itu, dan insya Allah kejayaan Islam itu akan kita raih bersama.
Kami dukung pernyataan Presiden Erdogan bahwa Aya Sofia adalah kedaulatan Turki. Tidak boleh negara lain ikut campur sebagaimana keinginan UNESCO untuk mempertahankan Aya Sofia sebagai museum hanya alasan sebagai salah satu situs warisan dunia.
Mengembalikan fungsi Aya Sofia dari museum menjadi masjid adalah keputusan pengadilan bukan keputusan otoriter sang penguasa, apalagi umat Islam sudah menanti lama.
Tahun 2012, mereka menuntut untuk kembali bersujud di masjid yang merupakan wakaf Sultan Al Fatih, maka siapa pun yang mengubahnya akan mendapat laknat dari Allah dan Rasul-NYA, begitulan dokumen wakaf yang ditulis Al Fatih.
Kaum muslimin di Turki menyadari kekeliruan sejarah negerinya, apalagi dipertegas dalam firman Allah Ta'ala:
"Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat. (QS Al Baqarah: 114)
Aya Sofia begitu terkenal dengan kubahnya yang besar dan tinggi. Ukuran diameter 32 meter, dengan ketinggian 55,2 meter dari dasar. Interiornya dihiasi mosaik dan fresko, tiang-tiangnya terbuat dari pualam warna-warni dan dindingnya dihiasi ukiran.
Saat Konstantinopel ditaklukkan Sultan Mehmed II atau kita kenal Muhammad Al Fatih pada 29 Mei 1453. Sultan turun dari kudanya dan bersujud syukur pada Allah, lalu memerintahkan agar Aya Sofia yang awalnya gereja Kristen Ortodoks diubah menjadi Masjid Agung.
Saat ini, kita pun akan merasakan kembali momen-momen indah itu, insya Allah tanggal 24 Juli 2020, akan dibuka pertama untuk shalat Jum'at berjamaah.
Beribadah di masjid Aya Sofia yang telah menjadi wakaf umat Islam selama 567 tahun ini, semoga menjadi penyemangat untuk meraih kembali kejayaan Islam.
Tak berlebihan jika dalam pidato sambutan atas keputusan pengadilan tinggi Turki, Erdogan menyebut "kemerdekaan Aya Sofya" akan menjadi titik tolak runtuhnya belenggu tirani aneksasi Masjid Al-Aqsha di kota Al-Quds, ia akan merdeka kembali ke pangkuan umat Islam seutuhnya.
Sekali lagi salam dari masyakat muslim Indonesia, untuk rakyat Turki dan Presiden Erdogan. **
Editor | : | |
Sumber | : | Fahmi Salim |
- Budaya Silaturahmi dan Halal Bihalal
- Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Menurut Perspektif Pemikir Ekonomi Islam
- Jauh Dari Pemerintahan Bersih Dalam Sistem Demokrasi
- Persikasi Bekasi, Dulu Penghasil Talenta Sekarang Sulit Naik Kasta
- Quo Vadis UU Ciptaker
- Kaum Pendatang Mudik, Cikarang Sunyi Sepi
- Menanti Penjabat Bupati Yang Mampu Beresin Bekasi
- Empat Pilar Kebangsaan dan Tolak Tiga Periode
- DUDUNG ITU PRAJURIT ATAU POLITISI?
- Ridwan Kamil Berpeluang Besar Maju di Pilpres 2024, Wakil dari Jawa Barat
- QUO VADIS KOMPETENSI, PRODUKTIVITAS & DAYA SAING SDM INDONESIA
- Tahlilan Atas Kematian Massal Nurani Wakil Rakyat
- Nasehat Kematian Di Masa Pandemi Covid-19
- FPI, Negara dan Criminal Society
- Pembantaian di Sigi Poso Sulteng, Ini Hipotesanya
0 Comments