Bekasi /
Follow daktacom Like Like
Senin, 23/04/2018 12:54 WIB

Hak Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana

Dialog Interaktif bersama Badan Pembinaan Hukum Nasional di Radio Dakta
Dialog Interaktif bersama Badan Pembinaan Hukum Nasional di Radio Dakta
BEKASI, DAKTA.COM - Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) merupakan proses keseluruhan penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai  dari tahap penyelidikan sampai dengan pembimbingan setelah menjalani pidana.
 
Terkait Sistem Peradilan Pidana Anak, tentu berbicara tentang Anak yang berhadapan dengan hukum. Nandi Widyani, S.H., M.H. selaku Penyuluhan Madya mengatakan ada tiga kategorinya. 
 
"Pertama anak pelaku tindak pidana, kedua anak menjadi korban tindak pidana, dan ketiga anak menjadi saksi tindak pidana," katanya dalam Dialog Interaktif bersama Badan Pembinaan Hukum Nasional di Radio Dakta, Senin (23/4).
 
Nandi Menyampaikan, anak pelaku tindak pidana adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berusia 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana, sementara anak yang menjadi korban tindak pidana adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.
 
"Kemudian anak yang menjadi saksi tindak pidana adalah anak yang berumur 18 tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, atau dialaminya sendiri," paparnya.
 
Sementara itu, Ia menyampaikan dalam proses peradilan pidana, anak mempunyai hak yang harus dimilikinya.Yaitu, anak harus diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya, Mendapatkan bantuan hukum, dan tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup.
 
Selain itu, hadir juga dalam Dialog Interaktif di Radio Dakta,  Sudaryadi, S.H., M.Si. selaku Penyuluhan Hukum Madya. Ia menyatakan "Anak yang berkonflik dengan hukum dibawah usia 18 tahun dan tindak pidana ringan, diupayakan penyelesaiannya tidak masuk ke pengadilan, salah satu yang diupayakan adalah diversi," ujarnya.
 
Diversi menurut Sudaryadi adalah penyelesaian kasus hukum anak diluar pengadilan. Ia memaparkan, penyelesaian perkara anak dengan cara diversi dilakukan melalui musyawarah, melibatkan anak dan orang tua atau walinya korban, dan apabila korbannya anak-anak maka didampingi orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan/PK BAPAS, dan Pekerja Sosial. 
 
"Apabila diperlukan dalam musyawarah ini juga dapat melibatkan tokoh agama, atau tokoh masyarakat sesuai dengan kebutuhan," jelasnya.
Editor :
Sumber : Radio Dakta
- Dilihat 1992 Kali
Berita Terkait

0 Comments