Opini /
Follow daktacom Like Like
Selasa, 01/10/2019 18:11 WIB

Generasi Milenial Menuntut Keadilan Rezim Tiran

Ribuan mahasiswa Yogyakarta menggelar aksi Gejayan Memanggil pada Senin (23/9/2019). Liputan6.com
Ribuan mahasiswa Yogyakarta menggelar aksi Gejayan Memanggil pada Senin (23/9/2019). Liputan6.com
DAKTA.COM - Oleh: Irma Sari Rahayu, S.Pi
 
Tagar Gejayan Memanggil yang memenuhi jagad media twitter sejak Ahad,  22 September 2019 sore ternyata berhasil memanggil ribuan mahasiswa dari berbagai kampus di DIY untuk berkumpul di Jalan Gejayan pada hari Senin, 23 September 2019. Demo mahasiswa Yogyakarta yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Bergerak terpusat di pertigaan Kolombo (Liputan6.com/24/9/2019).
 
Aksi mahasiswa pun meluas di berbagai kota, seperti Jakarta, Bandung, Malang, Makasar, dan Kendari.  Di Jakarta sendiri, aksi mahasiswa terpusat di depan gedung DPR. Dalam aksi tersebut, ada 7 tuntutan yang disuarakan mahasiswa,  yaitu (1) RKUHP, (2) Revisi Undang-undang KPK, (3) Isu Lingkungan, (4) RUU Ketenagakerjaan, (5) RUU Pertanahan (6) RUU PKS, (7) Kriminalisasi aktivis (Detik.com/26/9/2019).
 
Aksi mahasiswa ini mendapat respon baik dari masyarakat. Kehadiran mereka bak angin segar di tengah panasnya suhu udara kemarau dan panasnya suhu politik tanah air. Seakan-akan mereka telah bangkit dari tidur panjangnya dalam menyuarakan kepedihan hati rakyat. Bahkan posisi mereka sempat digantikan oleh lantangnya orasi Barisan Emak-emak Militan.
 
Namun sayang, aksi mahasiswa yang seharusnya mendapat pengawalan justru dihadapi dengan sikap arogan rezim dan sikap represif aparat kepolisian. Beredar video tindakan aparat yang mengejar mahasiswa di Makasar hingga masuk ke dalam mesjid tanpa melepas sepatu. Banyak korban berjatuhan dan menderita luka-luka akibat kebrutalan aparat. Di Kendari, dua mahasiswa Universitas Halu Oleo, yaitu Immawan Randy dan La Ode Yusuf  Kardawi meninggal dunia usai bentrok dengan aparat (CNNIndonesia.com/27/9/2019).
 
Maraknya aksi mahasiswa, mengingatkan publik pada peristiwa yang sama tahun 1998. Ribuan mahasiswa mengepung gedung DPR menyerukan reformasi. Namun ada yang seharusnya dikritisi oleh mahasiswa generasi milenial, jangan sampai perjuangan mereka terjebak dalam "lagu lama". 
 
Bila dicermati, isi tuntutan yang dilayangkan mahasiswa adalah permasalahan yang bersifat cabang, belum menyentuh kepada substansi permasalahan sebenarnya. Masalah korupsi, tindak kriminal, ketidakadilan nasib buruh, KDRT ,dan kerusakan lingkungan, bukanlah penyebab kritisnya kondisi negara saat ini.
 
Kondisi-kondisi itu adalah dampak dari akar masalah yang sebenarnya, yaitu diterapkannya sistem demokrasi sekular oleh negara. Ibarat sebuah pohon yang mulai membusuk akarnya, yang mengakibatkan keringnya dahan-dahan dan ranting. Maka solusinya bukan hanya memangkas dahan dan yang rusaknya saja, melainkan tebang pohonnya dan cabut hingga akarnya. Tanam kembali pohon baru yang sehat di lahan yang subur.
 
Mahasiswa generasi milenial adalah agent of change. Di tangan mereka lah tertumpu harapan sebuah perubahan yang dapat melepaskan negara dari segala carut marut permasalahan yang menderanya. 
 
Namun, mahasiswa harus sepenuhnya sadar,  bahwa hanya perubahan yang hakikilah yang dapat mengubah negeri ini ke arah yang lebih baik. Jika sebuah mobil dengan kondisi sering mogok dan rusak namun tetap dipaksa berjalan meskipun sudah berganti supir berkali-kali, maka sama saja dengan menyerahkan nyawa.
 
Perubahan hakiki yang dapat menyelamatkan negeri ini hanyalah mencampakkan demokrasi dan kembali kepada aturan Illahi. Menerapkan syariat Islam secara kaffah agar negara menjadi berkah. **
Editor :
Sumber : Irma Sari Rahayu, S.Pi
- Dilihat 2514 Kali
Berita Terkait

0 Comments