Opini /
Follow daktacom Like Like
Selasa, 16/06/2015 16:14 WIB

Dahlan Iskan, Kekuatan Media Grup dan Tuduhan Korupsi

Dahlan iskan   Copy 2
Dahlan iskan Copy 2

Oleh : Iman Nur Rosyadi

(Wartawan dan Pengamat Kebijakan Publik)

 

Dahlan Iskan sungguh sosok yang fenomenal. Pemilik saham terbesar dari Jawa Pos Group tidak mau menggunakan “kekuatan” group media itu tatkala dilanda berbagai kasus korupsi, di antaranya tuduhan korupsi 21 gardu induk listrik tahun 2011-2012 senilai Rp1,06 triliun.

Sikap ini jauh berbeda dengan pemilik group media lainnya. Masih ingat peristiwa Pemilihan Presiden RI ke-7 yang menampilkan dua kandidat Prabowo Subianto-Hata Radjasa dengan Joko Widodo-Jusuf Kala? Keberpihakan media sungguh “memanaskan” situasi politik yang menjurus pada kebencian horizontal karena sudah tidak lagi mengindahkan etika jurnalistik.

MNC Group yang dimiliki Hary Tanoe Soedibyo memiliki banyak stasiun televisi seperti RCTI, Global TV, MNC TV, media online dan cetak berlabel Sindo serta Okezone bersama TV One milik Aburizal Bakri lebih berpihak pada Prabowo-Hata. Sedangkan Metro TV berserta media cetaknya Media Indonesia milik Surya Paloh lebih memihak Jokowi-JK. Pasangan Jokowi-JK akhirnya mendapatkan simpatik dan secara terang-terangan dari Jakarta Post yang membuat pernyataan keberpihakan pada Jokowi-JK, dalam sebuah editorial yang mengaggetkan permerhati jurnalistik dan politik.

Dalam kasus Dahlan Iskan justru tidak. Dahlan lebih memilih membuat sebuah website bersifat pribadi dengan naman gardudahlan.com. Pada posting keduanya berjudul Soal Corong tanggal 8 Juni 2015, Dahlan menegaskan, Jawa Pos Group bukan juru bicaranya atau corongnya. Corongnya adalah gardudahlan.com. Dia juga menegaskan tidak akan melayani permintaan wawancara, termasuk dari Jawa Pos Group. Dia mempersilahkan wartawan atau yang berkepentingan untuk mengutip posting-posting dalam website tersebut.

Ada sejumlah alasan yang dikemukakan atas sikap Dahlan itu. Pertama, dia mengaku bukan lagi pemimpin di Jawa Pos Group, meski mengakui memiliki saham cukup besar. Kedua, sikapnya itu disebabkan tidak ingin memberikan pengaruh jelek terhadap perkembangan usaha media group yang dibangun dari relatif nol. Jika Jawa Pos Group dijadikan corongnya dalam menghadapi berbagai tuduhan kasus korupsi, dia meyakini akan membuat ambruk perusahaan tersebut. Apa yang telah dibangunnya akan menjadi sia-sia.

Alasan terakhir adalah dia memilih website pribadi karena meyakini kepentingan dan pemikirannya tidak akan terwadahi oleh media-media yang bersifat publik. Sebagai wartawan senior yang sangat berpengalaman, tentu Dahlan sangat memahami bagaimana sebuah berita dibuat dan disajikan kepada pembaca. Tidak semua ucapan dan pemikiran narasumber bisa termuat, lebih banyak diringkas atau dipotong sana-sini.

Dahlan dan Jawa Pos

Dahlan Iskan lahir di Magetan, Jawa Timur pada 17 Agustus 1951 dalam keluarga yang sederhana (kalau tidak mau disebut kekurangan). Mengenai tanggal lahirnya, Dahlan mengatakan, orangtuanya tidak pernah ingat kapan dia dilahirkan, karena itu dia memilih tanggal 17 Agustus tanggal keramat bagi Indonesia karena merupakan tanggal kemerdekaan agar mudah diingat. Dia berkarir sebagai wartawan pada tahun 1975 dengan menjadi reporter sebuah media kecil di Samarinda, Kalimantan Timur. Setahun kemudian, 1976, dia menjadi reporter majalah Tempo.

Lelaki Magetan ini dipercaya untuk memimpin suratkabar Jawa Pos yang berkedudukan di Surabaya pada tahun 1982. Suratkabar itu dalam kondisi hidup tak mau mati pun segan alias mati suri. Oplahnya tercatat di bawah 5.000 ekslempar per hari. Itu pun banyak yang dikembalikan alias retur. Dalam waktu lima tahun, oplah Jawa Pos naik pesat menajdi 300.000 ekslempar per hari. Dan lima tahun setelah oplah itu, Dahlan mendirikan Jawa Pos News Network (JPNN) dan membangun jaringan suratkabar se-Indonesia. Tercatat 134 suratkabar, majalah dan tabloid. Ini belum termasuk suratkabar dengan label Radar yang tersebar di daerah-daerah.

Kiprah lelaki ini tak berhenti di situ. Dia juga mendirikan JTV di Suraybaya, Batam TV, Riau TV di Pekanbaru dan sejumlah televisi di daerah-daerah baik yang di bawah naungan langsung Jawa Pos Group maupun bagian dari anak perusahaannya. Sukses di media, dia melangkah dengan membangun gedung Graha Pena di Surabaya dan Graha Penda di Jakarta.

Kepandaiannya mengelola perusahaan ini juga dilirik oleh Pemprov Jawa Timur. Dahlan sempat menjadi Direktur Utama (Dirut) PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim. Kemudian, dia juga mendirikan PT Fangbian Iskan Corporindo (FIC) yang membangun sambungan kabel bawa laut dari Hongkong ke Indonesia. Dia direktur utama dari dua perusahaan listrik swasta, yaitu PT Cahaya Fajar Kalim di Kalimantan Timur dan PT Prima Electric Power di Surabaya.

Dahlan dan Politik

Kiprah Dahlan Iskan mulai bergeser ke politik ketika ditunjuk menjadi Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tahun 2009, menggantikan Fahmi Mochtar. Gebrakan yang dibuatnya adalah membebaskan kejadian byar pet yang sering melanda sejumlah daerah. Dia juga membangun 100 pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di pulau-pulau tahun 2011 seperti Pulau Banda, Bunaken, Derawan, Wakatobi dan Citrawangan.

Pada tanggal 17 Oktober 2011, Dahlan Iskan ditunjuk menjadi Menteri BUMN oleh Presiden RI, Soesilo Bambang Yoedhoyono (SBY). Sejak menjabat BUMN, Dahlan berupaya menyatukan sejumlah BUMN yang memiliki core bisnis yang sama. Namun upaya ini belum berhasil karena tidak disetujui Menteri Keuangan saat itu.

Dahlan Iskan semakin masuk ke ranah politik. Pada tahun 2013, Dahlan Iskan ikut dalam konvensi Calon Presiden dari Partai Demokrat. Ada 12 calon, namun Dahlan Iskan menempati posisi terunggul dibandingkan peserta konvensi lainnya. Perserta itu adalah Ali Masykur Musa, Anies Bawesdan, Dino Patti Djalal, Endriartono Sutarto, Gita Wirjawan, Haryono Isman, Irman Gusman, Marzukie Alie, Pramoo Edhie Wiboso dan Sinyo Harry Sarundjajang dan Dahlan Iskan.

Dahlan dan Kasus Korupsi

Sejak tahun 2015, setelah Dahlan Iskan tak lagi muncul di panggung politik, dua kasus korupsi menerpanya. Kasus korupsi itu adalah dugaan kasus pembangunan 21 gardu induk tahun 2011 senilai Rp1,062 triliun. Kasus itu ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Sejak tanggal 5 Juni 2015, Dahlan Iskan sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dicekal berpergian ke luar negeri.

Namun Dahlan Iskan juga dibayangi kasus dugaan korupsi lainnya, yaitu soal aset milik PT Panca Wira Utama (PWU), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov Jawa Timur. Penghilangan atau raibnya aset itu ketika Dahlan Iskan menjadi Direktur Utama. Kasus ini kini ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur.

Dan sikap Dahlan Iskan dalam menghadapi kedua tuduhan tersebut, membuat para pemerhati media boleh jadi memujinya. Dia tak mau menggunakan “kekuatan” Jawa Pos Group sebagai corong atas kepentingan-kepentingannya dalam menghadapi tudingan korupsi. (Iman Nur Rosyadi)

Editor :
Sumber : Iman Nur Rosyadi
- Dilihat 5544 Kali
Berita Terkait

0 Comments