Nasional / Ekonomi /
Follow daktacom Like Like
Selasa, 14/02/2023 08:00 WIB

Apindo: Pertumbuhan Ekonomi Belum Berkualitas

PERDAGANGAN LAUT
PERDAGANGAN LAUT

JAKARTA, DAKTA.COM-- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai pertumbuhan ekonomi nasional belum berkualitas. Pasalnya, pertumbuhan yang dicapai belum mampu memberikan lapangan kerja yang besar untuk masyarakat.

 

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, meski pertumbuhan ekonomi sudah membaik dengan aliran investasi yang terus meningkat, nyatanya belum bisa memberikan lapangan pekerjaan secara luas.

 

"Saya selalu bilang bolak-balik, apakah pertumbuhan ekonomi kita berkualitas? Menurut saya tidak," kata Haryadi dalam acara Dialog dan Launching Apindo Business & Industry Learning Center (Abilec) di Jakarta, Senin (13/2)

 

Sementara itu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, realisasi investasi selama 2022 tembus Rp 1.207,2 triliun. Jumlah itu naik 34 persen dari tahun 2021 sekaligus menjadi yang terbesar sepanjang sejarah.

 

"Tapi, (dari investasi itu) penyerapan lapangan pekerjaan hanya 1,3 juta orang, berarti setiap Rp 1 triliun hanya hasilkan 1.081 pekerjaan. Sementara, pada 2013, saat investasi masih Rp 398 triliun, bisa ciptakan 1,8 juta pekerja atau setiap Rp 1 triliun menyerap hampir 4.600 pekerja," kata Hariyadi.

 

Hariyadi menuturkan, hal itu mencerminkan kondisi capital intensive industry atau kondisi ketika produksi memerlukan biaya modal yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan biaya untuk tenaga kerja. Oleh karena itu, ia menilai arah kebijakan sektor industri ke depan harus terus dibenahi.

 

Menurut dia, kondisi itu pula yang menjadi alasan Apindo mendirikan Abilec lewat kerja sama dengan Institut Ibima. Abilec diharapkan menjadi agregator bisnis sekaligus menjadi lembaga kajian strategis yang bisa menghasilkan sumber daya manusia unggul untuk kepentingan jangka panjang industri domestik.

 

Hariyadi menegaskan, arah kebijakan ke depan harus berdasarkan sains, bukan sekadar politik yang bisa membawa dampak buruk bagi iklim usaha.

 

"Di kita, keputusannya bukan scientific base, tapi lebih ke political base, sehingga tidak objektif. Sementara kita capek-capek bayar pajak, lalu dipakai political base decision, scientific tidak ada," ungkapnya.

 

Ketua Bidang Industri Apindo Johnny Darmawan mengingatkan para pengusaha di Indonesia untuk tak sekadar mengandalkan komoditas mentah sebagai jalan utama untuk menopang bisnis dan perekonomian. Sebaliknya, industri manufaktur yang berbasis pengolahan menjadi barang setengah jadi atau barang jadi harus diutamakan

 

"Kita jangan selalu berharap dapat berkah (komoditas) saja. Ambil, lempar (ekspor) segala macam, tapi diproses biar ada nilai tambahnya," kata Johnny.

 

Johnny memaparkan, Indonesia sejatinya telah menjadi negara dengan basis industri manufaktur terbesar di ASEAN sejak 2005. Sektor manufaktur juga berkontribusi rata-rata sekitar 20 persen terhadap laju perekonomian nasional.

 

Perkembangan manufaktur pun sudah mampu menggeser commodity base menjadi manufacture base sehingga sektor manufaktur dinilai lebih produktif dan memberikan efek berantai. "Sebagai asosiasi pelaku industri dan bisnis, Apindo bersama pemerintah bisa bersinergi untuk menjaga momentum pemulihan industri nasional," katanya.

 

Seperti diketahui, kinerja ekspor sepanjang tahun 2022 mampu mencetak rekor terbesar sepanjang sejarah, yakni Rp 291,9 miliar dolar AS. Nilai itu tumbuh hingga 26,07 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

 

Namun, kenaikan nilai ekspor itu salah satunya didukung oleh kenaikan harga komoditas dunia yang menjadi andalan ekspor Indonesia. Sebut saja minyak sawit dan batu bara.

 

Sementara itu, laju pertumbuhan sektor industri manufaktur sepanjang tahun 2022 tercatat sebesar 4,89 persen atau menyumbang 18,34 persen terhadap total pertumbuhan ekonomi nasional 2022 sebesar 5,31 persen. Johnny mengatakan, pertumbuhan industri manufaktur masih terus mengalami pemulihan.

 

Dia mengatakan, manufaktur juga terbukti masih konsisten menjadi kontributor terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. "Tentu ini tercapai atas kinerja para pelaku industri dan diharapkan semakin bergairah," katanya.

 

Wakil Ketua Komisi XI Fathan Subchi mengatakan, tercapainya pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 di kisaran 5,3 persen memang layak diapresiasi. Kendati demikian, dibutuhkan terobosan kebijakan agar pertumbuhan ekonomi tersebut bisa dirasakan masyarakat bawah.

 

Dia menjelaskan, pertumbuhan tersebut tertinggi sejak 2016. Kinerja sektor keuangan juga tumbuh baik dengan indikator kredit perbankan di kisaran 11,31 persen. Namun, kata Fathan, dampaknya belum sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat bawah sehingga perlu ada mekanisme kebijakan agar manfaat pertumbuhan juga dinikmati mereka.

 

Fathan menjelaskan, ada beberapa indikator yang menunjukkan bahwa tingginya pertumbuhan ekonomi belum dinikmati masyarakat bawah. Indikator tersebut di antaranya meningkatnya tingkat kemiskinan dari 9,54 persen pada Maret 2022 menjadi 9,57 persen pada September 2022. Selain itu, kata dia, tingkat konsumsi individu hanya di kisaran 4,93 persen terhadap PDB.

 

“Fakta ini menjadi paradoksal karena, di satu sisi, pertumbuhan ekonomi tumbuh, namun tingkat kemiskinan meningkat dan konsumsi individu stagnan,” katanya.

 

 

 

 

 

 

Sumber : REPUBLIKA
- Dilihat 778 Kali
Berita Terkait

0 Comments