Peran Bulog dalam Rantai Pasok Beras Perlu Ditinjau Kembali
JAKARTA, DAKTA.COM Pemerintah perlu meninjau kembali peran Bulog dalam rantai pasok beras untuk memastikan efektivitasnya dan menciptakan pasar beras yang tidak rentan terhadap fluktuasi harga.
“Salah satu kesulitan yang dihadapi Bulog adalah HPP, yang kurang fleksibel dan tidak relevan dengan harga pasar,” jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran.
Keterlibatan Bulog terlibat di tingkat hulu dan hilir dalam rantai pasok beras ditetapkan oleh Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2016 Pasal 3 (2). Masalah muncul karena, di tingkat hulu, Bulog harus melakukan pengadaan beras dari petani. Tidak seperti pihak swasta, Bulog harus membeli beras dengan semua tingkat kualitas dan menyimpan stok penyangga sebagai cadangan nasional di gudangnya.
Hasran menambahkan, Bulog menggunakan biaya pemerintah saat bersaing dengan pihak swasta dalam pengadaan beras. Penugasan untuk menjaga stok nasional memunculkan biaya tambahan yang tidak sedikit.
Walaupun beras dikonsumsi di seluruh wilayah Indonesia, namun produksinya terkonsentrasi di Pulau Jawa. Data BPS 2021 menyebut pada 2020, produsen utama beras di Indonesia adalah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan total produksi Gabah Kering Giling (GKG) masing-masing sejumlah 9,94 juta ton, 9,48 juta ton dan 9,01 juta ton.
Perdagangan beras yang timbul akibat perbedaan ongkos produksi beras di setiap wilayah menjadi tidak terhindarkan. Bersaing dengan swasta akan selalu membuat Bulog menjadi pihak yang merugi karena swasta bisa menawarkan harga beras yang lebih tinggi kepada petani dan meminta kualitas beras yang lebih baik.
Terkait tingginya harga beras saat ini, Bulog mengklaim telah mendistribusikan 100.000 ton beras melalui Operasi Pasar yang berlaku sejak 17 Januari 2022, untuk menjaga agar kenaikan harga tetap terkendali.
Operasi pasar yang diintensifkan sejak awal tahun tidak banyak berdampak pada penurunan harga beras, terbukti dengan tingginya harga beras di tingkat konsumen. Masalahnya terletak pada panjangnya jalur distribusi dari Bulog ke konsumen.
Operasi pasar adalah kebijakan untuk mencegah atau mengatasi lonjakan harga beras yang terjadi di daerah tertentu selama periode waktu tertentu dengan memanfaatkan cadangan beras pemerintah (CBP).
Operasi pasar diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian No. 12/2017, di mana Bulog ditunjuk sebagai pelaksana program untuk mendistribusikan CPP di tingkat konsumen di pasar tradisional, pasar induk, dan lokasi lain yang mudah dijangkau. Bulog harus menjual beras medium dengan harga tidak melebihi HET.
Penelitian CIPS merekomendasikan adanya revisi pada Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2016 Pasal 8 (poin c, d, dan e) untuk membuka peluang bagi Bulog untuk fokus melindungi keluarga pra sejahtera melalui program bantuan bencana.
Pembatasan impor juga perlu dilonggarkan dengan menghapuskan hambatan kuantitatif untuk impor beras dan menghapus monopoli Bulog untuk mengimpor beras kualitas menengah seperti yang tertera di Permendag Nomor 103 Tahun 2015 pasal 9 (1.b).
Sumber | : | CIPS |
- Tinggalkan Anies, Suara PKS Makin Jeblok
- PEMERINTAH MASIH MENGABAIKAN ANGKUTAN JALAN PERINTIS
- Miftah Maulana Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo
- KONSEP GURU MENURUT MOHAMMAD NATSIR
- Baitul Maqdis Institute Sampaikan 11 Resolusi Palestina dan Dunia Islam kepada Wakil Menlu RI, Anis Matta
- Empat Alasan Mengapa UU Pengelolaan Zakat Rugikan LAZ
- IDEAS: Dana BOS Tak Cukup Angkat Kesejahteraan Guru Honorer
- Bamsoet Minta Polri Jerat Bandar Narkoba Dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
- UMKM Pertanian-Perikanan yang Utangnya Dihapus
- Kebijakan Dan “Potensi Keuntungan”, Sepatutnya Tidak Digunakan Dalam Tindak Pidana Kerugian Keuangan Negara
- INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI HARUS BERLANJUT DENGAN PEMBENAHAN
- Nama Menteri Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran
- Kampus Tak Berizin, Gelar HC Raffi Ahmad dari UIPM Terancam Tak Diakui
- Tak Skorsing Israel, MUI Sebut FIFA Berpihak kepada Genosida
- Intip Yuk Gaji Fantastis Anggota DPR RI
0 Comments