Nasional / Ekonomi /
Follow daktacom Like Like
Sabtu, 27/08/2022 07:00 WIB

Evaluasi Dampak Kebijakan Pada Ketersediaan Pangan dan Malnutrisi Perlu Dilakukan

PANGAN 4
PANGAN 4

DAKTA.COM - Pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap ketersediaan pangan dan malnutrisi di Indonesia perlu dilakukan.

 

“Ketersediaan pangan dan malnutrisi dipengaruhi oleh berbagai faktor, dua di antaranya adalah kebijakan perdagangan dan pertanian yang selama ini sudah dijalankan,” jelas Head of Agriculture Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta.

 

Aditya menjelaskan, pandemi Covid-19 menimbulkan disrupsi rantai pasok yang berdampak pada ketersediaan dan harga pangan. Berdasarkan data PIHPS di 2020, secara umum terjadi kenaikan harga-harga pada tahun tersebut (yoy), berkisar dari 0,37% untuk daging sapi hingga 13,25% untuk gula. Bawang putih mengalami penurunan harga hampir 4% yoy.

 

Disrupsi ini pada akhirnya memaksa pemerintah untuk melonggarkan restriksi pada regulasi perdagangan pangan. Permendag nomor 27/2020 menghapus sementara ketentuan persetujuan impor bawang putih dan bawang bombay. Setelah kebijakan ini dikeluarkan, harga bawang putih turun signifikan sejak April 2020, setelah sebelumnya mengalami kenaikan pada Februari 2020.

 

Tidak hanya itu, pelonggaran lainnya dilakukan lewat Permendag nomor 14/2020 dan Permentan nomor 13/2020 terkait persyaratan ICUMSA untuk impor gula. Penyesuaian regulasi ini menghapus kewajiban SNI untuk gula mentah dan GKP selama pandemi Covid-19, walaupun impor GKP tetap hanya bisa dilakukan BUMN.

 

“Kebijakan pangan yang cenderung restriktif berdampak pada ketersediaannya dan pada akhirnya, juga berdampak pada harganya. Fluktuasi harga pangan sangat berpengaruh pada pola konsumsi masyarakat,” tambah Aditya.

 

Sementara itu, upaya untuk meningkatkan produksi pangan domestik sangat penting dilakukan pasca pandemi. Namun pelaksanaannya harus menghindari ekspansi lahan secara masif dan kebijakan yang top-down, dan sebaliknya mendukung inisiatif dan komoditas yang dibudidayakan masyarakat lokal.

 

Mendukung inisiatif dan komoditas yang dibudidayakan masyarakat lokal sangat erat kaitannya dengan diversifikasi pangan, yang dibutuhkan untuk memperkuat ketahanan pangan.

 

Penggunaan cara-cara yang lebih aman dan berkelanjutan, seperti intensifikasi dan membuka akses yang luas kepada petani terhadap berbagai input pertanian berkualitas, perlu dilanjutkan. Hal ini penting mengingat krisis iklim, yang dapat ditahan lajunya lewat cara-cara bertani yang ramah lingkungan dan menekan alih fungsi lahan hutan untuk pertanian, sudah menjadi salah satu ancaman dalam kelangsungan sektor pertanian.

 

“Resiliensi sektor pertanian, keberlangsungan lingkungan, dan ketahanan pangan adalah tujuan yang saling terkait. Sistem pertanian dituntut untuk memenuhi kebutuhan pangan yang meningkat dengan meminimalkan dampak lingkungan dan harus lebih tahan terhadap krisis iklim,” ungkapnya.

 

Aditya juga menekankan perlunya peningkatan investasi pada pangan berkelanjutan karena masih rendahnya perhatian akan investasi di bidang pertanian. Menurut studi CIPS, investasi di bidang pertanian hanya berkisar 3-7% dari total investasi asing yang masuk selama tahun 2015-2019.

Sumber : CIPS
- Dilihat 1201 Kali
Berita Terkait

0 Comments