Nasional / Lingkungan Hidup /
Follow daktacom Like Like
Jum'at, 24/06/2022 10:30 WIB

PP Pelindungan ABK Diterbitkan, ABK Penggugat Presiden: “Perjuangan Belum Berakhir!”

ABK
ABK

Tiga mantan anak buah kapal (ABK) yang menggugat Presiden Republik Indonesia mengapresiasi langkah pemerintah yang telah mengesahkan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran pada Rabu, 8 Juni, lalu. Kendati terbit empat tahun lebih sejak Undang-undang No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia diundangkan, para ABK berharap PP ini dapat menjadi awal yang signifikan dari pembenahan tata kelola penempatan dan pelindungan ABK migran Indonesia di kapal penangkap ikan berbendera asing.

 

Ketiga mantan ABK tersebut adalah Jati Puji Santoso dan Rizki Wahyudi asal Jawa Tengah serta Pukaldi Sassuanto asal Bengkulu. Ketiganya pernah bekerja di kapal ikan asing dan mengalami kekerasan selama bekerja dan hingga kini masih menunggu haknya dibayarkan. Mewakili kedua rekannya, Pukaldi mengungkapkan kegembiraan atas kemenangan kecil dari perjalanan panjangnya memperjuangkan hak dirinya dan ABK lain.

 

“Dengan disahkannya PP Penempatan dan Pelindungan ABK, tentu saja saya senang. Berarti perjuangan saya dan teman-teman selama ini tidak sia-sia. Kami berharap pemerintah juga segera mengambil langkah tegas agar pihak-pihak yang bertanggung jawab dapat membayarkan hak gaji saya yang belum terbayarkan sampai sekarang. Saya bekerja selama 2,5 tahun, tapi hak gaji saya sama sekali belum terbayarkan. Perjuangan belum berakhir,” kata Pukaldi.

 

PP Penempatan dan Pelindungan ABK disahkan bertepatan dengan hari pertama sidang gugatan administratif yang berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta, di mana perwakilan pemerintah tidak hadir. Kuasa hukum Viktor Santoso Tandiasa berharap perwakilan pemerintah dapat hadir di sidang kedua pada Rabu, 15 Juni, dan menyampaikan secara resmi bahwa objek yang digugat telah dikabulkan. Dengan demikian gugatan administratif dapat dicabut.

 

“Namun demikian perjuangan tidak berhenti di situ. Kita akan terus menempuh upaya lain untuk memperjuangkan hak-hak para penggugat yang belum diberikan. Selain itu, kita juga perlu mengkaji isi dari PP ini guna memastikan bahwa PP ini benar-benar dapat memberikan pelindungan bagi para ABK migran asal Indonesia,” tutur Viktor.

 

Langkah hukum yang dilakukan para ABK ini didukung oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Greenpeace Indonesia. Ketua Umum SBMI Hariyanto Suwarno menjelaskan bahwa upaya hukum menggugat presiden ke PTUN memang harus dilakukan karena pemerintah telah abai, tidak menjalankan amanat Pasal 64 dan Pasal 90 UU PPMI. 

 

“Faktanya, Presiden baru mau menandatangani PP Penempatan dan Pelindungan ABK setelah tiga mantan ABK perikanan mengajukan gugatan ke PTUN. Artinya, untuk perbaikan tata kelola penempatan dan pelindungan ABK, SBMI bersama Greenpeace Indonesia dan jaringan memang harus terus mendorong dan mendesak pemerintah agar menjalankan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang diamanatkan UU,” jelas Hariyanto.

 

Senada dengan Hariyanto, juru kampanye laut Greenpeace Indonesia Afdillah berharap mulai saat ini dan seterusnya pemerintah bisa benar-benar hadir dalam upaya pelindungan para ABK migran Indonesia. Menurutnya, sikap lamban pemerintah dalam mengesahkan PP Penempatan dan Pelindungan ABK hingga adanya gugatan dari ABK ini menjadi preseden buruk, betapa pemerintah perlu didesak melalui meja hijau dulu untuk akhirnya mengambil langkah.

 

“Tentu kita senang PP ini diterbitkan, walaupun tetap ada kekecewaan pada pemerintah. PP ini harusnya sudah diundangkan sejak beberapa tahun lalu, tapi kenyataannya terlambat dan telah berdampak buruk bagi keadaan para ABK. Meski begitu, hadirnya PP tersebut tetap menjadi kemenangan signifikan dari kampanye kita untuk mendorong Indonesia dan negara-negara lain yang berada dalam lingkaran bisnis perikanan global, untuk bergerak ke arah yang sama mengakhiri praktek perbudakan di laut, dan menegakkan pengelolaan perikanan yang lebih bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan,” papar Afdillah.

Narahubung:

Reporter : Warso Sunaryo
- Dilihat 1671 Kali
Berita Terkait

0 Comments