Muhammadiyah: Pemerintah Tak Perlu Gaduh Tangani Khilafatul Muslimin
DAKTA.COM - Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir meminta pemerintah tak perlu gaduh dalam menangani kelompok Khilafatul Muslimin.
Menurutnya, jika memang aktivitas Khilafatul Muslimin bertentangan dengan ideologi bangsa maka tinggal diproses sebagaimana hukum berjalan.
"Jika pergerakan seperti Khilafatul Muslimin ini berkaitan dengan hukum dan bertentangan dengan Pancasila ya diproses saja secara hukum dengan baik dan tidak perlu gaduh," kata Haedar di Kantor PP Muhammadiyah, Kota Yogyakarta, Rabu (22/6).
Haedar melanjutkan fenomena kemunculan paham, aktivitas, maupun gerakan antiPancasila atau separatis bukanlah hal baru di negeri ini. Baik yang membawa embel-embel agama atau mengangkat senjata layaknya di Papua.
Haedar melanjutkan fenomena kemunculan paham, aktivitas, maupun gerakan antiPancasila atau separatis bukanlah hal baru di negeri ini. Baik yang membawa embel-embel agama atau mengangkat senjata layaknya di Papua.
Oleh karenanya, ia menyarankan pemerintah bertindak secara terukur atau tidak overeaktif dalam menangani aktivitas Khilafatul Muslimin ini. Dikhawatirkan penanganannya malah menjadi beban.
"Jangan karena memakai nama Khilafatul Muslimin itu lalu seakan-akan Indonesia ini sudah penuh dengan Khilafatul Muslimin. Sebab kalau generalisasi malah beban berat ada di pemerintah sendiri. Maka lebih baik diblok pada kasusnya," sarannya.
Pemerintah, institusi, maupun para tokoh, lanjut Haedar, juga perlu mencerahkan pemahaman keagamaan kepada masyarakat. Tak kalah penting berkontribusi dalam memutus rantai radikalisme yang dipicu frustasi sosial secara nasional ataupun global.
Karakter masyarakat Indonesia yang dinamis dan momen jelang datangnya tahun politik, kata Haedar, tak boleh pula diabaikan di tengah kemunculan Khilafatul Muslimin ini. Pemerintah wajib mewaspadai kegaduhan karena saling lempar isu ini di 2024 nanti.
"Kita harus belajar dari pengalaman yang lalu agar masyarakat tidak terbelah pada hal-hal yang bersifat pembelahan politik, ideologi dan hal-hal lain yang bersifat SARA. Karena risikonya juga berat untuk bangsa Indonesia ke depan," ucapnya.
Lebih jauh, Haedar sendiri memastikan saat ini tidak ada anggota Muhammadiyah yang masuk di kelompok Khilafatul Muslimin.
"Setahu kami tidak ada (anggota Khilafatul Muslimin) yang ber-NBM (Nomor Baku Muhammadiyah) dan resmi anggota Muhammadiyah ya, mungkin ikut aktif ada saja," tegasnya.
Sumber | : | CNN INDONESIA |
- Wisatawan China Jatuh ke Jurang Saat Foto di Kawah Ijen, Menparekraf Beri Imbauan Tegas
- Usai Putusan MK, Istana akan Siapkan Proses Transisi ke Prabowo-Gibran
- 23.000 Visa Jemaah Haji Reguler Indonesia Sudah Terbit
- MK Tolak Gugatan Pilpres yang Diajukan Ganjar-Mahfud
- Mengapa RRC- PKC buru-buru mengundang Prabowo?
- Pekerjaan Rumah Menanti Hadi dan AHY
- Haram Golput, Pilih Pemimpin yang Mampu Menjaga Agama dan Negara
- Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie : Prabowo Subianto Hanya Akan Menjabat Sebagai Presiden Selama Dua atau Tiga Tahun Apabila Terpilih Dalam Pemilu 2024
- Anies Sebut Film 'Dirty Vote' Cara Rakyat Respons Kecurangan
- Cara Top Up Genshin Impact Murah: Menambah Kristal Tanpa Merusak Dompet
- DPR BUKAN LAGI RUMAH RAKYAT, ASPIRASI PEMAKZULAN JOKOWI DIPERSEKUSI?
- Etika Politik "Endasmu Etik"
- PENGUSAHA JANGAN LEBAY, KAITKAN BOIKOT PRODUK TERAFILIASI ISRAEL DENGAN ANCAMAN PHK MASSAL!
- Eddy Hiariej Terima Rp3 M atas Janji SP3 Kasus Helmut di Bareskrim
- KPU Masih Analisis Sistem soal Dugaan Kebocoran Data DPT Pemilu 2024
0 Comments