Selasa, 06/10/2020 15:42 WIB
Walhi: Pengkhianatan Terhadap Rakyat pada Pengesahan RUU Cipta Kerja
JAKARTA, DAKTA.COM - Pengesahan RUU Cipta Kerja yang dilakukan secara senyap dan tergesa-gesa menjadi puncak pengkhianatan istana dan parlemen terhadap kepentingan rakyat. RUU Cipta Kerja disahkan setelah mendapat persetujuan bersama Pemerintah, DPR RI dan DPD RI.
Suara penolakan dari berbagai elemen rakyat seperti organisasi buruh, petani, nelayan, akademisi, pegiat lingkungan hingga organisasi keagamaan tidak menghambat mereka melanjutkan persekongkolan jahat melahirkan produk hukum yang akan melanggengkan ketimpangan dan laju kerusakan lingkungan hidup.
Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Nasional WALHI menyebut massifnya gelombang penolakan rakyat selama proses pembahasan RUU Cipta Kerja seharusnya membuat Presiden, DPR hingga DPD membatalkan proses pembahasan, bukan malah bersepakat dan mengesahkan RUU Cipta Kerja. Pengesahaan RUU yang pada draft awal disebut dengan nama RUU Cipta Lapangan Kerja (cilaka) menjadi cermin kemunduran demokrasi yang akan membawa rakyat dan lingkungan hidup pada keadaan cilaka sesungguhnya.
“Pengesahaan Omnibus Law RUU Cipta Kerja merupakan puncak pengkhianatan Negara terhadap hak buruh, petani, masyarakat adat, perempuan, dan lingkungan hidup serta generasi mendatang. Pilihan mengesahkan RUU yang tidak mencerminkan kebutuhan rakyat dan lingkungan hidup merupakan tindakan inkonstitusional," ujar Nur Hidayati.
Hal ini yang membuat Walhi menyatakan mosi tidak percaya kepada Presiden, DPR dan DPD RI. "Satu-satunya cara menarik kembali mosi tidak percaya yang kami nyatakan ini hanya dengan cara Negara secara sukarela membatalkan pengesahan RUU Cipta Kerja”, lanjut Nur Hidayati.
WALHI mencatat beberapa hal krusial dalam ketentuan RUU Cipta Kerja terkait isu agraria. Ketentuan ini semakin melanggengkan dominasi investasi dan mempercepat laju kerusakan lingkungan hidup. Beberapa hal krusial tersebut, yaitu penghapusan izin lingkungan sebagai syarat penerbitan izin usaha, reduksi norma pertanggungjawaban mutlak dan pertanggungjawaban pidana korporasi hingga perpanjangan masa waktu perizinan kehutanan dan perizinan berbasis lahan. Mirisnya, RUU cipta kerja justru mengurangi dan menghilangkan partisipasi publik dalam ruang peradilan dan perizinan kegiatan usaha.
Reporter | : | Jaenudin Ishaq |
- WMI Inisiasi Sarasehan Kesiapsiagaan Bencana
- Kaum Millenial Harus Melek Pertanian
- Siaga Erupsi, Rekahan di Tebing dan Kawah Gunung Merapi Bertambah
- Bencana Lahar Gunung Semeru, Doni Monardo: Harus Dibangun Jalur Evakuasi
- Pencemaran Limbah di Kali CBL, Bekasi Memprihatinkan
- Warga Desak Pemkab Bekasi Keruk Sampah di Kali Jambe
- Banjir dan Tanah Longsor Rusak Rumah Warga Kota Ambon
- Waspada Cuaca Ekstrem Selama Peralihan Musim
- Danone Aqua Beri Bantuan Korban Banjir Bandang Sukabumi
- Dosen IPB University Ciptakan Garam Sehat dari Rumput Laut
- Potensi Araceae untuk Ketahanan Pangan di Masa Pandemi
- Jaga Kelestarian Alam, BPK Oi Lakukan Penanaman Pohon
- Merusak, Koalisi Desak PT Boskalis Hentikan Penambangan di Perairan Makassar
- Pemanfaatan Limbah B3 Harus Pertimbangkan Lingkungan Hidup
- KLHK Minta Rumah Sakit Kelola Limbah Covid-19 dengan Baik
0 Comments