Selasa, 01/09/2020 09:33 WIB
RUU Cipta Kerja, DPR Minta Pemerintah Dengar Suara Buruh
JAKARTA, DAKTA.COM - Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati meminta agar pemerintah memperhatikan suara buruh dalam draf RUU Cipta Kerja yang diajukan kepada DPR. Keberatan pekerja seperti penghapusan upah minimum regional maupun sektoral, pemberlakukan upah per jam yang berpotensi memotong penghasilan pekerja kelas bawah dan pengurangan uang penghargaan masa kerja perlu mendapat perhatian.
"Termasuk penggunaan buruh outsourcing dan kontrak seumur hidup yang semula dibatasi untuk jenis pekerjaan tertentu, menjadi untuk semua jenis pekerjaan," papar Mufida dalam keterangannya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (1/9).
Mufida mengajak DPR untuk memerhatikan betul masukan dari para pekerja dalam pembahasan RUU Cipta Kerja ini dan menolak pasal-pasal dari draf RUU yang merugikan pekerja. Dan Pekerja disini mencakup semua pekerja di semua sektor, termasuk sektor pendidikan.
"Baiknya DPR menunda dulu pembahasan RUU Cipta Kerja , apalagi di tengah meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia. Harusnya prioritas DPR saat ini satu fokus yaitu pada Penanggulangan Pandemi Covid 19, yang semakin memprihatinkan perkembangannya di Indonesia,” ucapnya.
Menurutnya, pekerja merupakan bagian penting dalam sistem perekonomian dan berperan penting dalam menggerakan roda sektor-sektor perekonomian. Sehingga sudah selayaknya mendapat posisi yang layak dan perlakuan yang adil yang dilindungi oleh Undang-Undang yang berlaku.
Menurut Anggota DPR dari Fraksi PKS ini, sejak awal Omnibus Law melalui RUU Cipta Kerja ini memang bermasalah dan banyak kontroversi. Penolakan bukan hanya terkait dengan ketenagakerjaan, namun juga terkait dengan potensi kerusakan sumberdaya alam, pelemahan kewenangan daerah dalam mengontrol pengelolaan sumberdaya alam di di wilayahnya karena perizinan yang cenderung tersentralisasi.
"Bentuknya Omnibus yang sapu jagad juga biasanya digunakan di negara yang menganut azas/sistem Common Low. Sementara Indonesia bukan penganut Common Law dan dalam sejarah hukum Indonesia juga belum pernah mengeluarkan sejenis Omnibus Law," papar dia.
Omnibus Law Cipta Kerja ini, ungkap Mufida, juga menyalahi prinsip hukum peraturan perundang-undangan karena menghidupkan kembali aturan yang sudah dimatikan Mahkamah Konstitusi. Pada saat yang sama, RUU ini juga menghapuskan lebih dari 400 peraturan yang sudah ada sebelumnya. Belum lagi proses penyiapannya yang dinilai tidak transparan di awal yang membuat berbagai kalangan bersuara keras menolak RUU ini.
Ia menyebut, pemerintah juga salah prioritas dalam membuat program pemulihan ekonomi. RUU Omnibus Law Cipta Kerja dijadikan sebagai resep utama pemulihan ekonomi nasional. Pemerintah meyakini bahwa dengan RUU Cipta Kerja investasi akan datang ke Indonesia.
Reporter | : | |
Editor | : |
- Peringati HUT Golkar ke 59 DPD Golkar Kota Bekasi Ajak Para Kader dan Simpatisan Bershalawat
- PKS Kota Bekasi Sesalkan Sikap Pemkot Batalkan Penggunaan Stadion Patriot
- Resmi Gabung PPP, Sandiaga Ngaku Ikhlas Jika tak Diusung Jadi Bakal Cawapres
- Buntut Gibran-Prabowo, PDIP Atur Kader Kepala Daerah Terima Tamu
- Dukung Prabowo, Jokowi Pressure Megawati?
- Maksimal Perjuangkan Aspirasi, Anggota Dewan Ushtuchri Tuai Pujian Konstituen
- Jokowi: Menteri Nasdem Bisa Direshuffle
- Jokowi Tidak Akan Dukung Prabowo
- Warga Jabar Puas Pada Kinerja Ridwan Kamil
- Dewan Mahfudz Abdurrahman Berbagi 10 Ribu Bingkisan Lebaran
- Jika Pemilu Ditunda, Aktivis 98 Siapkan Pemerintahan Transisi
- Ridwan Kamil dan Dedi Mulyadi Berpeluang di Pilgub Jabar
- Golkar Solid Usung Airlangga sebagai Capres 2024
- Ridwan Kamil Kalahkan Sandi Uno dan AHY Sebagai Capres Alternatif Versi Litbang Kompas
- Gerindra Dalam Turbulensi
0 Comments