Nasional / Ekonomi /
Follow daktacom Like Like
Jum'at, 03/04/2020 13:05 WIB

Kebijakan Stimulus Anggaran Perlu Didukung Kebijakan Sektoral

llustrasi penghitungan uang anggaran
llustrasi penghitungan uang anggaran

JAKARTA, DAKTA.COM - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Ira Aprilianti mengatakan, keputusan pemerintah untuk menambah Rp405,1 triliun belanja dan pembiayaan APBN 2020 perlu didukung dengan kebijakan moneter dan kebijakan sektoral yang memadai.

 

Efektifnya penambahan anggaran juga perlu didukung oleh kelancaran rantai pasok dan ketersediaan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat di pasaran.

 

“Menurut saya, adanya tambahan anggaran merupakan sinyal positif pemerintah untuk mengurangi dampak Covid-19, terutama dengan adanya tambahan anggaran bidang kesehatan yang cukup signifikan. Tentu dengan adanya penambahan infrastruktur kesehatan dan Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai, diharapkan mampu mempercepat penanganan Covid-19. Perlu juga diapresiasi, bahwa anggaran lebih terarah dibandingkan wacana stimulus sebelum-sebelumnya,” jelas Ira, dalam keterangannya yang diterima, Jumat (3/4).

 

Ira menambahkan, sangat sulit untuk mengukur kecukupan jumlah anggaran pada saat ini karena memang pembiayaan negara masih minim.

 

Sebagai contoh, APBN Indonesia tahun ini berjumlah USD 180 triliun untuk 270 juta jiwa. Sedangkan anggaran tahun ini untuk negara bagian New York yang berpenduduk 20 juta jiwa adalah USD 178 triliun.

 

Indonesia juga memiliki keterbatasan kapasitas untuk mendapatkan tambahan anggaran dalam jangka pendek, selain melalui realokasi anggaran, penerbitan bond, dan utang dari lembaga internasional seperti Bank Dunia atau IMF.

 

Kebijakan menambah defisit anggaran sebanyak 5% merupakan respon yang memang harus dipilih, namun akan lebih baik jika kebijakan ini dikoordinasikan secara internasional agar kemungkinan arus international capital tetap lancar. Hal ini penting untuk menghindari contagion crisis yang sekarang cukup signifikan terjadi di Eropa.

 

“Kenapa krisis finansial dimungkinkan? Covid-19 ini juga mengakibatkan naiknya premi risiko, baik di Indonesia maupun di dunia internasional. Hal ini bisa mengakibatkan kontraksi ekonomi secara global. Yang harus dipastikan adalah, capital flow di antara negara-negara harus berjalan secara lancar dan terbuka untuk mempercepat stabilisasi krisis keuangan akibat Covid-19. Jika ada krisis secara global, Indonesia bisa diprediksi terhantam cukup kuat karena nilai tukar mata uang kita sudah cukup lemah,” jelasnya.

 

Menurut Ira, dari sisi stimulus, pemilihan empat sektor, yaitu kesehatan, perlindungan sosial, ekonomi dan insentif perpajakan serta stimulus kredit untuk usaha rakyat, sudah cukup tepat.

 

Namun implementasi dan transparansi penganggaran harus dipastikan. Detail anggaran dalam ke-4 sektor itu juga harus ditimbang.

 

Contohnya untuk perlindungan sosial, pemerintah harus mengutamakan masyarakat yang tergolong prasejahtera dan mereka yang kehilangan pekerjaannya akibat pandemi Covid-19. Tantangan bagi pemerintah adalah kesulitan untuk melacak orang-orang tersebut. 

 

Sementara itu untuk penyediaan stimulus kredit harus memprioritaskan bisnis yang sulit beroperasi di tengah krisis. Menentukan prioritas ini membutuhkan proses identifikasi yang harus dikomunikasikan antara kementerian dan lembaga sektoral yang terkait, seperti Kemenko Perekonomian dan Kementerian UMKM.

 

“Namun, yang lebih penting juga adalah, jangan sampai stimulus fiskal ini, tidak dibarengi dengan kebijakan moneter dan kebijakan sektoral yang sesuai sehingga menghambat efektivitas kebijakannya. Penurunan bunga acuan BI dimungkinkan, walau harus dibarengi dengan kebijakan sektoral yang menjamin supply,” tegasnya.

 

Jika pemerintah hanya berfokus pada stimulus fiskal secara permintaan dan tidak menjamin distribusi supply  yang lancar, sangat dimungkinkan kebijakan ini hanya akan menyebabkan inflasi yang tinggi dan dampaknya malah tidak diserap masyarakat dan pelaku usaha.

 

Koordinasi antar kementerian juga mutlak diperlukan, tidak hanya antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan, namun juga kementerian lain untuk memastikan kontraksi perekonomian dapat diminimalisir.

 

Ira mencontohkan, pengurangan pajak impor merupakan kebijakan yang tepat. Namun jika tidak dibarengi dengan peran kementerian terkait yang menjamin kelancaran distribusi produk impor yang dibutuhkan negeri, maka kebijakan tersebut tidak akan berdampak.

 

Selain itu, pemerintah juga harus mulai mempersiapkan kebijakan pasca krisis dan kebijakan fiskal jangka panjang, untuk meningkatkan market confidence and ekspektasi positif di perekonomian. **

Reporter :
Editor :
- Dilihat 1551 Kali
Berita Terkait

0 Comments