Opini /
Follow daktacom Like Like
Sabtu, 11/01/2020 11:42 WIB

Muhasabah Pasca Musibah

ilustrasi Photo by Benjamin Davies on Unsplash
ilustrasi Photo by Benjamin Davies on Unsplash
Oleh: Irma Sari Rahayu,S.Pi
 
"Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan)  dan dengan air itu dihidupkan Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran)" TQS An Nahl [16]:65
 
Akhir tahun 2019 ditandai dengan masuknya musim penghujan. Meskipun intensitas curah hujannya belum banyak, namun kehadirannya tetaplah didambakan setelah musim kemarau yang berkepanjangan. Bak oase di padang pasir, turunnya hujan mampu menyegarkan hamparan tanah yang sempat kering kerontang.
 
Sayangnya, hujan yang dinanti-nanti justru menjadi "musibah" di awal tahun 2020.  Banjir besar melanda jabodetabek. Seperti yang dilansir tirto.id/2/1/2020, banjir yang melanda Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi menyebabkan 16 orang korban jiwa dan lebih dari 31.000 orang mengungsi. Banjir yang terjadi saat itu tergolong parah. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, penyebab banjir adalah tingginya curah hujan yang mencapai 377mm (tirto.id/2/1/2020). Tingginya curah hujan terutama di daerah hulu menyebabkan air sungai meluap dan tak mampu lagi menampung curahan air hujan. Akhirnya tumpah ruah ke daerah hilir dan mengakibatkan musibah banjir.
 
Tak terhitung berapa kerugian yang dialami sebagai dampak dari musibah banjir. Rumah-rumah dan kendaraan rusak, belum lagi surat-surat berharga. Semua seakan menjadi tak bernilai saat musibah terjadi. Hal ini hendaknya menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman, bahwa manusia hanyalah mahluk lemah di hadapan Allah SWT, Sang Khalik Al Mudabbir. Tak patut untuk menyombongkan diri apalagi menolak seluruh aturan yang telah diturunkan oleh Nya. Bagi seorang mukmin,  sikap yang harus dimiliki ketika mendapatkan musibah adalah bersabar.  Rasulullah SAW bersabda: "Orang-orang beriman itu memang sangat mengherankan semua perkaranya serba baik, dan tak ada seorang pun yang seperti orang yang mukmin. Apabila dianugerahi kesenangan ia bersyukur, dan apabila tertimpa musibah, ia berlaku sabar. Hal inilah yang menjadikan dia selalu dalam keadaan baik.”( HR. Muslim)
 
Setelah musibah berlalu, hendaklah kita muhasabah, apa yang telah kita perbuat hingga musibah kembali mendera? Sebagai pribadi, sudahkah kita dan seluruh anggota keluarga menjaga kebersihan lingkungan di sekitar tempat tinggal dan tidak membuang sampah sembarangan dimanapun berada? Sebagai anggota masyarakat,  sudahkah kita melakukan aktivitas menjaga kebersihan lingkungan dan saling mengingatkan jika ada yang membuang sampah sembarangan? Sudahkah pula negara ini membangun kota dengan segala infrastruktur penunjangnya, memperhatikan dan memperhitungkan dampak lingkungan akibat pembangunannya?
 
Sejatinya, hujan yang turun atas izin Allah SWT adalah berkah bagi seluruh penghuni bumi, terutama bagi manusia. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An Nahl [16] ayat 10-11: "Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan"
 
Hujan turun yang berubah menjadi musibah tak lain karena kerusakan alam akibat ulah manusia itu sendiri. Allah SWT telah mengingatkan dalam firman Nya: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, agar mereka merasakan sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" (Ar Rum: 41).Pembangunan kota berbasis kapitalistik meniscayakan terjadinya kerusakan alam yang parah.  Sudah bukan rahasia lagi jika hutan tropis di negeri ini sudah mulai menyusut.  Hutan tropis yang seharusnya sebagai penahan air hujan dan penyimpan cadangan air, kini berubah menjadi perkebunan sawit.  Rawa-rawa ataupun lahan kosong sebagai resapan air, sudah beralih fungsi menjadi bangunan-bangunan kokoh,  baik perumahan maupun pusat perbelanjaan.  Tak ada lagi tempat bagi air untuk meresap ke dalam tanah. Maka ketika debit air sangat banyak, ia pun bergerak liar menerjang apapun yang dilaluinya. Keangkuhan manusia dalam menafikkan aturan yang dibawa oleh Sang Pencipta ikut andil dalam setiap musibah yang datang silih berganti.
 
Islam adalah agama yang sempurna. Sebagai the way of life dan problem solver dari  setiap permasalahan yang dihadapi manusia.  Musibah banjir yang selalu berulang terjadi sudah bukan lagi masalah teknis, apalagi dianggap kejadian periodik yang tak mampu dihindari.   Masalah banjir sudah menjadi masalah sistemis dan ideologis. Islam mampu menjawab semua permasalahan dan menyelamatkan negeri ini dari musibah. Islam memiliki aturan yang melarang penguasaan hutan dan sumberdaya alam kepada individu. Islam juga mengatur  pembangunan sebuah negeri tanpa menzalimi alam dan membawa keselamatan bagi seluruh penghuninya. Semua ini tak akan didapatkan dari sistem kapitalis yang selalu berorientasi kepada materi. Maka,  cobalah kembali kita bermuhasabah,  apakah kita masih ingin mempertahankan sebuah sistem yang menyengsarakan umat manusia dan penghuni bumi?  Apakah kita tidak ingin menerapkan sebuah sistem Illahi Robbi yang akan membawa keselamatan bagi seluruh alam? Wallahua'alam
Editor : Dakta Administrator
Sumber : Opini Irma Sari Rahayu,S.Pi
- Dilihat 3043 Kali
Berita Terkait

0 Comments