Selasa, 19/11/2019 13:39 WIB
Bank Dunia Sebut Sepertiga Anak Indonesia Alami Learning Poverty
JAKARTA, DAKTA.COM - Bank Dunia menyatakan lebih dari sepertiga anak-anak di Indonesia mengalami learning poverty atau kondisi ketidakmampuan anak pada usia 10 tahun dalam membaca dan memahami cerita sederhana.
"Banyak anak, bahkan saat ini di sekolah, mereka tidak belajar keterampilan dasar," kata Direktur Pelaksana Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste Rolande Pryce dalam kunjungan kerja Bank Dunia ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta, Selasa (19/11).
Pernyataan itu didasarkan oleh data penelitian terbaru mereka pada 2011 yang menunjukkan bahwa sebanyak 53 persen dari seluruh anak di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah mengalami learning poverty.
Di negara-negara miskin, learning poverty mencapai 80 persen. Dan berdasarkan data tersebut, Indonesia termasuk di dalamnya karena lebih dari sepertiga anak-anak Indonesia mengalami learning poverty.
Kemajuan dalam mengurangi learning poverty terlalu lambat, utamanya untuk memenuhi aspirasi yang tercantum dalam Suistanable Develepoment Goals (SDGs) nomor empat, yaitu memastikan pendidikan yang inklusif, bermutu, dan untuk semua.
Sejalan dengan Proyek Human Capital (Modal Manusia), Bank Dunia telah meluncurkan target global yang ambisius namun terukur untuk mengurangi tingkat learning poverty menjadi minimal setengahnya sebelum 2030, yang berarti pengurangan tingkat learning poverty rata-rata hampir tiga kali lipat dari tingkat kemajuan global.
Indonesia, menurut dia, telah meraih kemajuan dalam pendidikan berupa reformasi kebijakan yang telah secara dramatis meningkatkan akses terhadap pendidikan dalam sistem pendidikan Indonesia yang besar dan kompleks, khususnya bagi anak-anak yang kurang beruntung.
Sejak tahun 2000, total jumlah siswa telah meningkat lebih dari 10 juta atau sekitar 25 persen.
Peningkatan jumlah siswa tersebut disertai dengan kenaikan tertinggi skor rata-rata matematika dalam Programme for International Student Assessment (PISA) antara 2003 sampai 2015.
"Ini merupakan sebuah pencapaian besar," katanya.
Namun, meski mengalami kemajuan tersebut, pembelajaran siswa tetap rendah dan kesenjangan hasil belajar meningkat.
Sebagian besar siswa tidak mencapai target pendidikan nasional Indonesia yang telah ditetapkan dan juga berprestasi rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Pada 2018, nilai rata-rata ujian nasional siswa di semua mata pelajaran dan untuk semua jenis sekolah untuk jenjang menengah pertama adalah 49,5 (pada skala 100), padahal nilai kelulusan adalah 55. **
Editor | : | |
Sumber | : | Antara |
- Mengapa RRC- PKC buru-buru mengundang Prabowo?
- Pekerjaan Rumah Menanti Hadi dan AHY
- Haram Golput, Pilih Pemimpin yang Mampu Menjaga Agama dan Negara
- Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie : Prabowo Subianto Hanya Akan Menjabat Sebagai Presiden Selama Dua atau Tiga Tahun Apabila Terpilih Dalam Pemilu 2024
- Anies Sebut Film 'Dirty Vote' Cara Rakyat Respons Kecurangan
- Cara Top Up Genshin Impact Murah: Menambah Kristal Tanpa Merusak Dompet
- DPR BUKAN LAGI RUMAH RAKYAT, ASPIRASI PEMAKZULAN JOKOWI DIPERSEKUSI?
- Etika Politik "Endasmu Etik"
- PENGUSAHA JANGAN LEBAY, KAITKAN BOIKOT PRODUK TERAFILIASI ISRAEL DENGAN ANCAMAN PHK MASSAL!
- Eddy Hiariej Terima Rp3 M atas Janji SP3 Kasus Helmut di Bareskrim
- KPU Masih Analisis Sistem soal Dugaan Kebocoran Data DPT Pemilu 2024
- Beban Berat Nawawi Pulihkan Kepercayaan KPK
- Bareskrim Selidiki Peretasan Data Pemilih di KPU
- Panja DPR-Kemenag Tetapkan Biaya Haji 2023, Jamaah Harus Bayar Rp 56 Juta
- Boikot Produk Terafiliasi Israel di Indonesia Bisa Melalui Penerapan UU JPH
0 Comments