Nasional /
Follow daktacom Like Like
Selasa, 19/11/2019 10:04 WIB

Rencana Sertifikasi Pra Nikah Diprediksi Tambah Beban Keuangan Negara

Ilustrasi pernihakan
Ilustrasi pernihakan
JAKARTA, DAKTA.COM - Rencana pemerintah mewajibkan sertifikasi pra nikah bagi calon mempelai dikritik keras oleh publik. Gagasan ini lemah secara yuridis dan diprediksikan bakal menambah beban keuangan negara. 
 
Peneliti Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum), Panti Rahayu mengatakan rencana pemerintah mewajibkan sertifikasi pra nikah bagi calon mempelai akan membebani masyarakat dan beban keuangan negara. 
 
"Rencana sertifikasi pra nikah lemah dari sisi ide dan yuridisnya," ujar Panti di Jakarta, Selasa (19/11/2019). 
 
Pihaknya menentang jika program sertifikasi pra nikah ini bakal menimbulkan mata anggaran baru untuk pengadaan sertifikat bagi calon mempelai. 
 
"Konsekuensi adanya sertifikat pra nikah bisa saja akan menimbulkan pengadaan sertifikat. Di poin ini yang akan menimbulkan beban baru bagi keuangan negara. Ini harus ditolak," tegas Panti.
 
Pengajar Hukum Perdata di Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya ini mengatakan semestinya pemerintah memaksimalkan aparat pemerintah untuk melakukan edukasi ke masyarakat dengan tanpa membuat narasi baru tentang sertifikasi pra nikah. 
 
"Padahal edukasi pra nikah merupakan tupoksi pemerintah dalam hal ini penyuluh agama. Mengapa peran itu tidak dimaksimalkan saja dengan melibatkan stakeholder lainnya seperti Kementerian Kesehatan," tambah Panti. 
 
Apalagi, imbuh Panti, jumlah penyuluh agama cukup memadai, yakni penyuluh PNS sebanyak 6.226 dan penyuluh Non PNS 45 Ribu serta penghulu se-Indonesia sebanyak 6.638 orang.
 
"Baiknya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama manfaatkan sumber daya manusia yang ada serta perkuat SDM mereka. Karut marut di sektor perkawinan semestinya menjadi tupoksinya," jelas Panti. 
 
Dia menyayangkan narasi sertifikasi pra nikah yang telah membuat gelisah masyarakat di tingkat bawah. Menurut dia, praktik pernikahan dini dan penyimpangan dalam praktik pernikahan semestinya tak bisa terjadi jika masyarakat dan semua pihak taat pada aturan yang berlaku.  
 
"Pertanyaannya mengapa pernikahan dini masih bisa terjadi," ujar Panti. 
 
Ia mendorong Kementerian Agama melakukan audit secara menyeluruh terhadap para penyuluh agama khususnya dalam hal penyuluhan terhadap pernikahan. 
 
"Penyuluh agama harus dipastikan paham secara menyeluruh mengenai pernikahan baik syarat dan rukun pernikahan termasuk pendidikan pra nikah ini," tegas Panti.  
 
Kualitas penyuluh agama diharapkan menjadi garda terdepan untuk melakukan edukasi pra nikah kepada calon mempelai. 
 
"Kami sarankan, daripada pemerintah sibuk mewacanakan sertifikasi pra nikah, lebih baik pemerintah lakukan evaluasi kepada para petugas di lapangan, up grade pengetahuan mereka agar kehadiran mereka dirasakan nyata oleh masyarakat," tandas Panti. 
 
Alumnus Pascasarjana FH Universitas Indonesia (UI) ini mendorong agar Kementerian Agama dapat memaksimalkan kolaborasi dengan berbagai elemen masyarakat tak terkecuali seperti Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4). **
Reporter :
Editor :
- Dilihat 818 Kali
Berita Terkait

0 Comments