Opini /
Follow daktacom Like Like
Selasa, 29/10/2019 13:37 WIB

Memutus Mata Rantai HIV/AIDS

Ilustrasi HIV
Ilustrasi HIV

DAKTA.COM - Oleh: Sri Puji Hidayati, S.Si, M.Pd

 

HIV/AIDS merupakan penyakit yang mematikan. Kasus HIV/AIDS jumlahnya semakin meningkat setiap tahunnya. Data dari Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 27 Agustus 2019, menunjukkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS mendekati angka 500.000, yaitu 466.859 yang terdiri atas 349.882 HIV dan 116.977 AIDS.

 

Sejak HIV/AIDS ditemukan pertama kali di Bali tahun 1987 sampai dengan Juni 2019 HIV/AIDS sudah dilaporkan oleh 463 (90,07%) kabupaten dan kota dari seluruh provinsi di Indonesia. Setiap tahun terjadi kenaikan jumlah kasus HIV yang dilaporkan sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2019.
 

Ada lima provinsi dengan jumlah kasus HIV tertinggi yang menempati peringkat satu sampai lima adalah: DKI Jakarta (62.108), Jawa Timur (51.990), Jawa Barat (36.853), Papua (34.473), dan Jawa Tengah (30.257). Sedangkan lima provinsi pada peringkat enam sampai sepuluh, yaitu Bali (20.356), Sumatera Utara (17.957), Sulawesi Selatan (9.442), Kepulauan Riau (9.386), dan Banten (8.967).

 

Sedangkan jumlah kasus AIDS yang dilaporkan pada tahun 2019 ada lima provinsi dengan jumlah AIDS terbanyak pada peringkat satu sampai lima secara nasional, yaitu: Papua (22.554), Jawa Timur (20.412), Jawa Tengah (10.858), DKI Jakarta (10.242), dan Bali (8.147). Pada peringkat keenam sampai sepuluh adalah: Jawa Barat (6.882), Sumatara Utara (4.065), Sulawesi Selatan (3.416), Banten (3.063), dan Kalimantan Barat (2.736). (Tagar.id, 19 September 2019)

 

Bekasi sebagai kota satelitnya Jakarta, berkontribusi besar dalam menyumbang jumlah kasus HIV/AIDS di wilayah Jawa Barat yang menduduki peringkat ketiga di Indonesia dalam persebaran jumlah kasus HIV/AIDS. Pengidap HIV/AIDS (Odha) di Kota Bekasi tercatat sebanyak 109 orang terhitung Januari hingga Mei 2019. (mediaindonesia.com, 24 Juni 2019).

 

Rata-rata penderita HIV/AIDS sangat beragam. Namun, paling besar didominasi dari kalangan produktif, mulai dari usia 17 tahun sampai 47 tahun. (megapolitan.okezone.com, 25 Juni 2019).

 

Selain didominasi oleh usia produktif, dari 804 kasus HIV/AIDS di Cilegon juga didominasi oleh kaum LGBT. Dan kasus pada LGBT ini sulit pengendaliannya. (bantennews.co.id, 15 Agustus 2019). Ancaman penyakit mematikan ini juga semakin menyeruak.

 

Tidak hanya terjadi pada orang dewasa. Virusnya juga telah memaparkan pada anak-anak. Empat belas siswa yang diduga mengidap HIV/AIDS harus meninggalkan bangku sekolah di satu sekolah dasar di kota Solo, Jawa Tengah, karena ditolak orang tua siswa lainnya lantaran takut tertular. (bbc.com, 12 Februari 2019).

 

Fakta dari Kasus HIV/AIDS ini memang mengenaskan. Selain penyakit ini belum ditemukan obatnya juga mengancam berbagai pihak, khususnya generasi di negeri ini. Generasi yang akan menjadi pelaku estafet perjuangan untuk kebaikan dan keberkahan negeri. Ironis memang, dan hal ini menuntut berbagai upaya untuk memutus mata rantai penyebaran virus HIV/AIDS. Dan, angka ini pastinya akan terus melonjak jika upaya yang dilakukan hanya tambal sulam tanpa menyentuh bahkan mencabut akar masalahnya.

 

Penyebaran penyakit mematikan ini disebabkan oleh pemakaian jarum suntik pemakai narkoba secara bergantian, aktivitas seks bebas dan perilaku seks bebas LGBT. Seiring perkembangan jaman, tren penyebaran virus saat ini lebih didominasi perilaku seks bebas dan menyimpang seperti LGBT bukan dari pemakaian jarum suntik.

 

Perilaku seks bebas dan LGBT merupakan perbuatan yang dilarang dan dilaknat oleh Allah SWT dalam pandangan Islam. Semuanya merupakan tindakan kriminal dan layak mendapatkan hukuman yang tegas.

 

Perilaku seks bebas dan LGBT lahir dari sistem liberalisme sekularisme yang diterapkan hari ini. Dalam sistem ini, manusia diberi kebebasan untuk berbuat sesuai kemauannya atas nama hak azasi manusia (HAM). Ide HAM muncul dari sekularisme barat yang memisahkan agama dalam urusan kehidupan dan penuh dengan ide kebebasan atau liberalisme.

 

Adanya kebebasan ini, maka nilai-nilai agama tidak lagi diperdulikan dan tidak lagi digunakan untuk mengatur kehidupan. Kebebasan tersebut telah menebas akal sehat. Menjadikan manusia berperilaku bebas bablas tanpa batasan agama dan seakan hilang kontrol diri.

 

Ide kebebasan juga membuat masyarakat apatis terhadap kehidupan sosial mereka. Cuek dengan kondisi lingkungan yang rusak akibat perilaku bebas tanpa aturan agama yang jelas. Semua itu membuat kasus HIV/AIDS terus meningkat dan semakin mengancam negeri ini.

 

Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah dan LSM yang terikat terhadap kasus HIV/AIDS. Pemerintah dan LSM mengadakan seminar-seminar atau kampanye tentang bahaya HIV/AIDS, pembagian kondom atau kondomisasi sampai adanya ATM Kondom, pemakaian jarum suntik yang steril, rajin mengkonsumsi obat ARV yang dapat memperlambat virus HIV, memasukkan persoalan HIV/AIDS dan kesehatan reproduksi dalam kurikulum pendidikan, meluncurkan program test and treat, dll. Jika kita melihat secara jeli, upaya yang dilakukan itu sangat dangkal dan justru akan semakin meningkatkan angka penyebaran kasus HIV AIDS.

 

Upaya tersebut dangkal, karena hanya memandang masalah HIV/AIDS ini merupakan masalah kesehatan atau medis saja, sehingga upaya yang dilakukan hanya dari sisi medis. Padahal HIV/AIDS ini sebenarnya juga merupakan masalah perilaku. Jadi upaya yang dilakukan seharusnya juga usaha untuk menghapuskan perilaku seks bebas dan LGBT yang lahir dari liberalisme sekularisme sebagai dalang atau akar masalah dari kasus HIV/AIDS ini.

 

Selain itu, faktor lemahnya keimanan individu sehingga tidak tahu tujuan dan arah hidupnya. Jauh dari tuntunan agama, sehingga membuat mudah bagi dirinya untuk terseret arus gaya hidup bebas bablas tanpa aturan agama. Ditambah lagi faktor hilangnya kontrol dari masyarakat yang sudah apatis terhadap kerusakan dan degradasi moral dilingkungan sekitarnya. Masyarakat sudah terkena paparan arus liberalisme dan menganggap "itu urusanmu, kamu ya kamu, saya ya saya, dosa tanggung sendiri, dll".

 

Maka sudah saatnya kita melihat masalah ini dari sudut pandang Islam. Sehingga penyelesaiannya juga dari Islam. Islam sebagai aturan sempurna yang memiliki solusi komprehensif terkait masalah ini. Islam sebagai ideologi memberikan cara pandang terhadap kehidupan yang memuliakan manusia. Dalam Islam terbukti minim penyebaran penyakit akibat penyimpangan perilaku dan kemaksiatan. Islam menjaga manusia dan mencegah dari berbagai kerusakan.

 

Hal ini tampak dari penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Islam sebagai agama paripurna telah mengatur berbagai aspek kehidupan manusia. Dari bangun tidur hingga membangun negara. Semua itu ada aturannya dan aturan ini berasal dari Sang Pencipta. Aturan ini tentu akan sesuai dengan fitrah manusia dan menentramkan jiwa. Islam dapat menjadi solusi jitu untuk memberantas HIV/AIDS dan permasalah pergaulan lainnya. Memberantas hingga tuntas.

 

Pertama, dimulai dengan membangun ketaqwaan, kesadaran masyarakat dan uluran tangan negara. Dibutuhkan ketaqwaan individu, membentuk keluarga yg menjalankan peran dan tanggung jawab sesuai dengan apa yang Allah tetapkan.

 

Firman Allah dalam QS. Al-A'raf 7: Ayat 201 artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya)."

 

Kesadaran masyarakat yang peduli tata aturan pergaulan antara perempuan dan laki laki serta sesama jenis mereka. Dan uluran tangan negara, dengan menghadirkan media informasi yang bebas dari konten pornografi, sistem ekonomi yang menjamin pemenuhan kebutuhan hidup, sistem pendidikan yang membangun kepribadian Islam, jaminan kesehatan, serta penerapan sistem sanksi yang tegas bagi pelaku kemaksiatan.

 

Kedua, dalam Islam, pergaulan manusia ada batasannya. Lelaki dan perempuan yang bukan mahram dilarang berduaan dan bercampur baur tanpa alasan syar'i. Berbeda dengan kondisi saat ini, pacaran bagaikan aktivitas wajib kawula muda. Orangtua bahkan masyarakat mendukungnya. Sebagai penyaluran rasa kasih sayang.

 

Padahal, sejatinya Islam telah menegaskan keharamannya dalam QS Al-Isra' 17: Ayat 32, artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk".

 

Ketiga, ketika aturan Islam diterapkan secara sempurna maka para pelaku akan merasa jera. Tidak akan mengulangi kesalahannya. Terhindar dari siksa akhirat, karena telah diberi sanksi sesuai hukum Allah di dunia. Juga, akan menghentikan bermunculan pelaku-pelaku selanjutnya.

 

Lihatlah bagiamana, Allah telah menyempurnakan Islam dengan berbagai aturan yang sejatinya adalah terbaik untuk manusia. Dalam QS. An-Nur 24 : 2, artinya: "Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman."

 

Maka, sudah saatnya solusi untuk memutus mata rantai HIV/AIDS adalah dengan penerapan hukum Islam bukan dengan hukum yang lain. Dalam QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 50

 

"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?". Wallahu a'lam bish-showab.

Editor :
Sumber : Sri Puji Hidayati
- Dilihat 3473 Kali
Berita Terkait

0 Comments