Program / Apa Kata Netizen /
Follow daktacom Like Like
Selasa, 24/09/2019 20:08 WIB
#Apa Kata Netizen Eps 24

Daging Impor Diperkenankan Tak Halal di Negeri Mayoritas Muslim?

Pemotongan daging qurban (ilustrasi)
Pemotongan daging qurban (ilustrasi)

BEKASI, DAKTA.COM-Netizen, keluarnya aturan pengganti Peraturan menteri perdagangan No 59 tahun 2016 merupakan respons kekalahan pemerintah dalam menghadapi gugatan negara Brazil dalam sidang badan penyelesaian sengketa WTO.

 

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan.

 

Permendag Nomor 29 Tahun 2019 menggugurkan Permendag Nomor 59 Tahun 2016 yang telah direvisi menjadi Permendag Nomor 20 Tahun 2018 dan Permendag Nomor 68 Tahun 2018. Sebelumnya, pasal 16 Permendag Nomor 59 Tahun 2016 menyebutkan, produk hewan yang diimpor wajib dicantumkan label pada kemasan.

 

Gelombang penolakan atas Permendag 29/2019 bermunculan karena aturan tersebut dinilai mengabaikan hak konsumen untuk mendapatkan produk halal, khususnya masyarakat muslim. Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah bahkan sempat berencana mengajukan hak uji materi atau judicial review permendag tersebut.

 

Menurut Ikhsan, jaminan produk halal merupakan isu sensitif bagi konsumen Indonesia. Meski Kementan sudah mengatur persyaratan halal, Ikhsan menilai Kemendag juga perlu menyesuaikan tersebut agar terjadi sinkronisasi dengan aturan yang sudah ada.

 

Berbagai pihak menilai, kebijakan tersebut lebih dari sekadar kekalahan persaingan dagang. Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Anton Tabah mengatakan hal ini merupakan kemunduran peradaban setelah penelitian akademik, cara memperoleh daging halal dalam Islam sangat ilmiah, higienis, dan sehat.

 

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan, terjadi simpang-siur di publik yang mengira aturan ini tak mewajibkan impor hewan dan produk hewan tak wajib berlabel halal. Itu pun memunculkan pertentangan.

 

Kesimpangsiuran tersebut karena membandingkan aturan baru tersebut dengan Permendag Nomor 59 Tahun 2016. Di Permendag ini diatur kewajiban label halal. Tapi ada kesalahan tafsir di mana yang diatur di Permendag 59 adalah peredarannya di dalam negeri bukan saat produk masuk ke Indonesia.

 

Lantas bagaimana masyarakat melihat permendag tersebut?

 

Netizen dengan akun @Silfi Silfi bergabung melalui fan page facebook @siaran radio dakta juga tidak setuju dengan pemerintah yang menetapkan regulasi menghapuskan label halal. Silfi mengatakan, yang ada label halalnya saja masih ragu, apalagi yang tidak ada label halalnya.

 

Komentar lain datang dari pemilik akun facebook @mamafitri23 yang mengatakan, ya sebagai rakyat kecil, melihat kebijakan rezim ini, semua tidak ada yang menguntungkan. Semua hanya untuk kepentingan penguasa dan para elitnya saja.

 

Netizen berikutnya juga meramaikan akun instagram @radiodakta menyarankan untuk pilih pasar tradisional saja yang sudah jelas membantu usaha saudara kita di Indonesia tidak usah membeli yang impor.

 

Dari pemilik akun instagram @yaniwulandari mengatakan, dari dulu pasar tradisional nomor satu dan yang jelas perekonomian mengalir kita berikan untuk saudara sendiri sebangsa dan setanah air.

 

Setelah kegaduhan soal kewajiban label halal di tengah masyarakat, Kementerian Perdagangan akhirnya memutuskan untuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 29 Tahun 2019 tentang ketentuan ekspor dan impor hewan dan produk hewan.

 

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan akan ada beleid yang menegaskan kewajiban memenuhi persyaratan halal untuk memasukkan produk hewan impor ke dalam negeri.

 

Langkah tersebut sejalan dengan usulan anggota Ombudsman Ahmad Suaedy agar Kementerian kembali memasukkan pasal perihal kewajiban label halal ke dalam Peraturan Menteri Perdagangan Tahun 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan.

 

Di samping itu, Ahmad mengatakan saat ini juga akan berlaku Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Beleid tersebut direncanakan mulai diterapkan 17 Oktober 2019.

 

Adapun produk yang mesti memenuhi ketentuan itu dimulai dari makanan dan minuman. Di samping, produk yang telah diwajibkan bersertifikat halal oleh peraturan perundang-undangan. Nantinya, kewajiban untuk produk kosmetik dan lainnya juga akan menyusul.

 

Di sisi lain, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah juga mengimbau kepada pemerintah untuk dapat memastikan kehalalan daging ayam Brasil. Menurut dia aspek halal tak menjadi salah satu ketentuan yang dilarang oleh WTO.

 

Netizen, Pangan (makanan dan minuman) yang halal, dan baik merupakan syarat penting untuk kemajuan produk-produk pangan lokal di Indonesia khususnya supaya dapat bersaing dengan produk baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Indonesia merupakan Negara dengan mayoritas penduduknya adalah muslim. Dan islam merupakan agama yang paling cepat pertumbuhannya di dunia.

 

Ahli Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Ir Ali Khomsan mengatakan, peluang pasar untuk pangan halal dan baik sangat terbuka luas dan menjanjikan. Konsumen pangan sekarang ini, lebih kritis dalam memilih pangan. Konsumen tidak hanya memikirkan cita rasa dan kuantitas saja, tetapi mereka lebih menitikberatkan pada kandungan gizi, keamanan, sanitasi hygiene, kemudahan dan kepraktisan pangan.

 

Netizen, sangat disayangkan ya? Jika NKRI negara berdaulat ini, sudah memiliki Undang-undang dan aturan hukum yang jelas untuk melindungi warga negaranya. Namun, menerapkan aturan baru yang menghapuskan kewajiban pencantuman label halal. Padahal, Label halal itu memberikan perlindungan produk yang dikonsumsi oleh mayoritas rakyat beragama Islam. Dan hal tersebut termasuk amanah Undang-Undang Dasar 1945.

 

Informasi terakhir, pada Rabu (18/9) Kementerian Perdagangan (Kemdag) menegaskan, akan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 tahun 2019 tentang ketentuan ekspor dan impor hewan dan produk hewan. Revisi tersebut dilakukan untuk mengakomodasi masuknya satu pasal tambahan terkait pemenuhan kewajiban persyaratan halal bagi produk hewan impor yang dimasukkan ke dalam negeri.

 

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemangku kepentingan lainnya, mengapresiasi perubahan ini. Langkah yang dilakukan Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartisto Lukita, menegaskan peraturan agar tidak menimbulkan multi tafsir merupakan hal yang baik.

 

Direktor LPPOM MUI dan Ketua Bidang Pemberdayaan Ekonomi Umat, Lukmanul Hakim, mengatakan, Permendag direvisi dengan melihat sosial dan budaya masyarakat Indonesia yang menginginkan daging halal cukup positif.

 

Tentu netizen, kita sebagai umat muslim harus memperjuangkan makanan-minuman halal dalam hidup, karena bentuk pertanggungjawaban kita di dunia-akhirat kepada sang maha penguasa, Allah 'Azza wa Jalla.**

Editor :
Sumber : Radio Dakta
- Dilihat 1333 Kali
Berita Terkait

0 Comments