Program / Dakta Investigasi /
Follow daktacom Like Like
Ahad, 28/07/2019 10:13 WIB

Riuh Zonasi (1)

Alur PPDB yang dipajang di sekolah sekolah
Alur PPDB yang dipajang di sekolah sekolah
DAKTA.COM - Rasanya masih terngiang-ngiang diingatan tentang lini masa seluruh media sosial yang penuh dengan foto anak-anak masuk sekolah pada Senin 15 Juli 2019. 
 
Hampir semua foto anak-anak itu tersebar di status Whatsapp, Instagram Story, Tweet, hingga Facebook orang tuanya masing-masing untuk mengabadikan momen mereka pertama kali ke sekolah. 
 
Foto-foto itu seolah menandai keriuhan penerimaan siswa baru yang sudah usai. Tidak sedikit para orang tua yang mengantar siswanya rela mengambil cuti dari pekerjaan karena tidak ingin kehilangan momen-momen pertama sang anak di sekolah. 
 
Mereka merekam semua kegiatan anaknya, mulai dari perkenalan dengan teman baru di sekolah, serta aktivitas bermain yang selalu terlihat menyenangkan.
 
Orang tua mengurus PPDB anaknya di sekolah tujuan
 
Orang tua tentunya berharap sekolah bisa menghadirkan teman dan guru bagi anak sehingga sekolah bisa menjadi tempat yang nyaman bagi anak untuk mempersiapkan bekal kehidupannya di masa depan. 
 
Bekal kehidupan tidak hanya soal ilmu, tapi juga soal akhlak dan budi pekerti. Sayangnya, masih banyak orang tua yang pilah-pilih sekolah yang dianggap mempunyai stigma “favorit”.
 
PPDB tahun ini memang memiliki beberapa perubahan peraturan, yaitu Permendikbud Nomor 51 tahun 2018 menjadi dasar regulasi penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019. 
 
Perbedaan pada PPDB 2019 ini, yaitu domisili yang dapat diterima harus berdasarkan alamat Kartu Keluarga (KK) yang diterbitkan minimal satu tahun sebelumnya dan satu wilayah asal (zonasi) yang sama dengan sekolah asal. 
 
Jika dalam PPDB 2018 siswa kurang mampu bisa menggunakan surat keterangan tidak mampu (SKTM), tahun ini afirmasinya berganti menjadi Kartu Indonesia Pintar (KIP) atau penerima Program Keluarga Harapan (PKH). 
 
Akan tetapi, persentase untuk calon siswa kurang mampu ini tidak diatur detail. Sehingga, prioritas penerimaan calon siswa tetap berdasarkan jarak antara rumah dan sekolah.
 
Mendikbud Muhadjir Effendy
 
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengakui sistem penerimaan peserta berdasarkan zonasi mendapat banyak keluhan dari masyarakat. Keluhan tersebut wajar, menurut Muhadjir, karena adanya perubahan sistem. 
 
"Terkait banyaknya sekolah yang belum siap untuk menerapkan sistem zonasi, Muhadjir menegaskan lagi bahwa sistem zonasi digunakan untuk mempercepat kualitas pendidikan.
 
Ampuhkah Zonasi Hapus Kesenjangan?
 
Pemerhati dan Praktisi Pendidikan, Indra Charismiadji menilai sistem zonasi PPDB ini meningkatkan Angka Partisipasi Murni (APM). 
 
"Dalam lima tahun terakhir kenaikannya kurang dari satu persen sedangkan anggaran BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan KIP (Kartu Indonesia Pintar) belum banyak terserap, akhirnya penanggulangan siswa agar tidak menganggur belum tercapai secara maksimal," kata Indra.
 
Indra merasa bahwa sistem zonasi sekolah sudah sangat tepat apalagi sekolah berbasis negeri saat ini didominasi oleh golongan mampu hingga tingkat kaya. 
 
"Sistem zonasi sudah sangat tepat mengurangi ketimpangan pendidikan karena bukan lagi menggunakan nilai yang turut memperbesar kesenjangan pendidikan," ungkapnya.
 
Indra menegaskan sistem zonasi juga sudah sangat sesuai dengan kebutuhan keadaan pendidikan di Indonesia salah satunya untuk meningkatkan kualitas guru. 
 
"PPDB zonasi dapat mencegah terjadinya jual beli kursi di sekolah favorit. Harapannya, praktik PPDB juga mencegah kecurangan dalam memasukkan anak ke sekolah," ujarnya.
 
Akankah Terjadi Pemerataan Sekolah Negeri dan Swasta?
 
Sekretaris Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kota Bekasi, Ayung Sardi Dauly tidak memungkiri jika PPDB sistem zonasi ini membawa dampak positif bagi sekolah swasta. 
 
"Apalagi, pemerintah dan BMPS Provinsi Jawa Barat saat ini juga sudah berkomitmen untuk memajukan sekolah swasta," katanya.
 
Bahkan, katanya, pemerintah telah memberikan edaran bagi orang tua yang anaknya tidak diterima di sekolah negeri dan bagi yang masuk sekolah swasta melalui jalur ekonomi tidak mampu agar otomatis bisa masuk dan digratiskan karena pembiayaan ditanggung oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
 
 
Ayung menegaskan, sekolah swasta selalu menerapkan pelayanan terbaik. Penerapan delapan standar pelayanan minimum (SPM), terus dilakukan meliputi, tenaga pendidik, sarana prasarana, hingga administrasi. 
 
"Bahkan, di Kota Bekasi, sepuluh nilai Ujian Nasional tertinggi baik tingkat SMP maupun SMA, didominasi sekolah swasta. Ini membuktikan bahwa sekolah swasta mampu bersaing dengan sekolah negeri," tuturnya.
 
Tidak hanya itu, Ayung menyampaikan sekolah swasta tidak membeda-bedakan anak yang satu dengan yang lain. 
 
"Terbukti, dari jarak manapun, nilai berapapun, kemampuan finansial apapun akan diterima di sekolah swasta. Sesuai dengan semangat untuk memajukan pendidikan yang adil dan merata," jelasnya.
 
Editor :
Sumber : Radio Dakta
- Dilihat 1296 Kali
Berita Terkait

0 Comments