Internasional / Australia /
Follow daktacom Like Like
Rabu, 18/03/2015 10:38 WIB

Pemuda Muslim Indonesia Tiba di Melbourne Dalam Pertukaran Muslim Australia

MELBOURNE_DAKTACOM: Lima pemuda Muslim asal Indonesia berkunjung ke Australia melalui Program Pertukaran Muslim Australia Indonesia tahun ini. Selama dua pekan, mereka akan melihat kehidupan warga Muslim yang minoritas di Australia.

Lima peserta dari Australia Indonesia Muslim Exchange Program 2015 telah tiba di Melbourne. Kelima peserta tersebut adalah Ahmad Saifulloh, dosen di Universitas Gontor Darussalam di Ponorogo (Jatim), Hindun Anisah, guru dari Pesantren Ahlus Sunnah wal-Jama'ah Hasyim Asy'ari di Jepara (Jateng); dan Lenni Lestari, dosen dari Fakultas Pendidikan di Institut Pendidikan Tinggi Islam Zawiyah Cot Kala di Langsa, Aceh.

Kemudian Siti Rohmantin Fitriani, yang aktif sebagai trainer di urusan sosial Kementrian Pendidikan di Jayapura, Papua, serta Yanuardi Syukur, dosen antropologi di Universitas Khairun, Ternate, Maluku Utara yang sudah menerbitkan lebih dari 30 buku.

Kunjungan kelima peserta ini untuk melihat bagaimana Muslim di Australia, yang menjadi minoritas dengan hanya berjumlah kurang dari dua persen dari total jumlah penduduk Australia. Salah satu kegiatan yang dilakukan keenam peserta ini adalah mengunjungi kantor ABC Melbourne, yang berada di kawasan Southbank.


Dalam kunjungannya tersebut, mereka berkesempatan mengadakan diskusi dengan tim dari Australia Plus dan Margaret Coffey dari Radio National. Coffey adalah produser yang banyak membuat cerita soal agama, teologi dan kepercayaan.

"Saya tertarik untuk melihat bagaimana hubungan historis yang pernah terjalin antara para nelayan asal Makasar dengan suku Aborigin sebelum negara Australia terbentuk," ujar Yanuardi Syukur yang pernah menulis biografi dari tokoh ternama seperti Anies Baswedan dan Hidayat Nur Wahid.

Sementara itu Hindun Anisah, yang telah banyak mengamati masalah hak-hak perempuan ingin melihat seperti apa kehidupan warga Australia yang beragama Islam.

"Jadi bukan ingin melihat kehidupan Muslim di Australia, tetapi bagaimana warga Australia yang beragama Islam memandang antara nilai-nilai yang berlaku di Australia dengan nilai-nilai Islam," ujar Hindun baru-baru ini.

Saat berdiskusi bersama ABC, sempat juga dibahas masalah pengucapan selamat hari raya kepada umat lain. Seperti yang diketahui di Indonesia, terdapat pendapat yang berbeda soal boleh atau tidak mengucapkannya.

"Akhirnya kadang kita hanya mengucapkan kata 'selamat' tanpa menyebutkan hari rayanya," ujar Siti.

Menanggapi hal ini Coffey menjelaskan bahwa di Australia pengucapan dilakukan hanya sebatas sebagai bentuk bersosialisasi.

"Kalau pun kita mengucapakan Selamat Idul Fitri, Selamat Natal, atau apapun itu, tidak berarti kami mempercayainya. Itu hanya sebagai bentuk untuk menghormati apa yang mereka rayakan, tapi bukan mengakuinya," ujar Coffey.

Para peserta pertukaran Muslim ini pun akan bertemu dengan sejumlah tokoh Muslim ternama asal Australia, termasuk cendikiawan Islam, Abdullah Saeed dari University of Melbourne. Mereka pun akan mengunjungi Museum Islam pertama di Australia, yang berada di Melbourne.***



Editor   : Imran Nasution
 

Editor :
Sumber : Republika Online
- Dilihat 3333 Kali
Berita Terkait

0 Comments