Bekasi /
Follow daktacom Like Like
Jum'at, 07/12/2018 16:34 WIB

Strategi Rumah Sakit Hermina Bekasi Terapkan INA CBGs

Dr Dian Ekawati selaku Wakil Direktur Medis Rumah Sakit Hermina Bekasi
Dr Dian Ekawati selaku Wakil Direktur Medis Rumah Sakit Hermina Bekasi
BEKASI, DAKTA.COM - Seiring dengan era JKN yang telah berjalan sejak tahun 2014 tentunya banyak hal yang telah dilalui BPJS Kesehatan maupun rumah sakit selaku mitra BPJS Kesehatan. Dalam pengelolaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN-KIS), BPJS Kesehatan dituntut selalu meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan tidak hanya kepada peserta tetapi juga kepada mitranya salah satunya Fasilitas Kesehatan (Faskes). 
 
Sebagai mitra, Faskes tingkat pertama maupun lanjutan memegang peranan yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta JKN-KIS. Pembayaran tagihan pelayanan kesehatan dibagi menjadi dua cara, yang pertama adalah kapitasi dan yang kedua adalah skema INA-CBG’s.
 
 Skema Kapitasi diterapkan untuk Faskes tingkat pertama sedangkan INA-CBG’s diterapkan untuk Faskes tingkat lanjutan atau rujukan. Sistem INA-CBG’S adalah suatu pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien dengan karakteristik klinik yang sejenis. Case Base Groups (CBG’s), yaitu cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama. 
 
Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok diagnosis. Seluruh rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan diterapkan sistem Ina-CBG’s dalam hal pembayaran klaimnya.
 
Dr. Dian Ekawati selaku Wakil Direktur Medis Rumah Sakit Hermina Bekasi sangat mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).  
 
“Program BPJS Kesehatan adalah suatu program jaminan kesehatan dari pemerintah yang sangat bagus dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia dan juga untuk pekerja di bidang kesehatan seperti halnya rumah sakit,” ucapnya. 
 
Sebelum lahirnya BPJS Kesehatan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, hampir semua rumah sakit menerapkan sistem fee for service atau pembayaran sesuai dengan pelayanan yang diberikan. Hal ini yang menyebabkan biaya berobat melonjak tinggi dan tidak dapat diprediksi dikarenakan adanya pelayanan-pelayanan yang seharusnya tidak perlu diberikan, namun tetap diberikan dan dibebankan ke pasien.
 
Menurut dr. Dian dengan perubahan sistem pembayaran klaim rumah sakit menjadi INA CBGs membuat rumah sakit harus cermat, hal ini mendorong rumah sakit untuk berinovasi dan mengefisienkan biaya operasional rumah sakit. 
 
“Dengan sistem INA CBGs, kami managemen rumah sakit terpacu untuk terus melakukan inovasi dan efisiensi operasional, seperti contohnya pertama yaitu pengurangan pemakaian lift dengan cara memindahkan semua poli spesialis di lantai satu, sehingga pasien tidak perlu bolak balik keatas yang menyebabkan lift terus menerus bekerja, jadi semakin keatas semakin pelayanan yang pasiennya jarang, misal hemodialisa atau tumbuh kembang,” jelasnya.
 
 Alur-alur mubazir inovasi kedua seperti halnya tenaga sdm, sdm itu merupakan fixed cost yaitu setiap bulan pasti pembayaran gaji tetap tidak melihat tinggi atau rendahnya jumlah pasien.
 
"Jadi saya memaksimalkan perawat saya agar tidak bolak balik ataupun hanya membagikan antrian oleh karena itu pelayanan bisa di satu lantai saja dan antrian kami buatkan anjungan mandiri ataupun pasien atau peserta bisa mengambil antrian sendiri," ujarnya.
 
Dalam penerapannya tentu sistem INA CBGs masih banyak perlu penyempurnaan dalam hal kesesuaian paket pelayanan pengobatan dengan pelaksanaan dilapangan yang cost nya sudah naik sehingga tarifnya kurang.
 
“Kami mencermati bahwa memang ada beberapa paket INA CBGs yang memang dibawah tarif pelayanan, namun kami tidak mengurangi pelayanan, kami mensiasati dengan mengefisienkan biaya-biaya mubazir lainnya,” ulasnya.
 
Dr. Dian mengharapkan adanya penyesuaian sistem INA CBGs dengan kesesuaian dilapangan. “saya pernah diskusi dengan beberapa dokter spesialis bahwa sistem INA CBGs ini sedikit menghambat dokter untuk menambah ilmunya dikarenakan setiap penyakit sudah ada paket pelayanan, sedangkan apabila dokter bisa mengexplore lagi dan tentu ilmunya bisa lebih terasah, namun apabila hal ini dilakukan biayanya jauh diatas tarif INA CBGs.
 
Hal ini yang menurut saya menghambat dokter untuk menambah lagi pengalaman dan ilmunya. Kedua paket INA CBGs terkait NICU, dalam kodingnya hanya perawatan anak padahal apabila sudah masuk insentive care tentu perawatannya lama dan membutuhkan alat-alat khusus yang tentu biayanya mahal,” tutupnya. **
Reporter :
Editor : Dakta Administrator
- Dilihat 1926 Kali
Berita Terkait

0 Comments