Nasional /
Follow daktacom Like Like
Rabu, 21/11/2018 10:43 WIB

Polemik Masjid dan Penceramah Terpapar Radikalisme

Ketua Korps Mubaligh Jakarta Edy Mulyadi
Ketua Korps Mubaligh Jakarta Edy Mulyadi
JAKARTA, DAKTA.COM - Ketua Korps Mubaligh Jakarta (KMJ), Edy Mulyadi mempertanyakan alasan Badan Intelejen Negara (BIN) menyebut sekitar 50 penceramah yang diduga berpaham radikalisme.
 
"Apa dasar BIN mengatakan hal itu? Apakah penceramah yang mengutip ayat-ayat perang atau jihad? Masa ayat Al Quran disebut radikal," katanya saat dihubungi Dakta, Rabu (21/11).
 
Sebelumnya BIN juga menyebut ada 41 masjid di lingkungan pemerintah yang terpapar paham radikalisme yang didapat dari hasil survei Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Nahdlatul Ulama.
 
Menurut Edy, mengapa BIN hanya menyebutkan tempat ibadah masjid padahal ada banyak tempat ibadah di Indonesia.
 
"Pertanyaan kenapa hanya masjid yang diselidiki? kan ada gereja, kuil, wihara, dan lainnya. Ini rezim apa? negeri Muslim terbesar tapi penduduknya diintimidasi dan dikriminalisasi," tegasnya.
 
Bahkan ia melihat ada proyek besar dari musuh Islam yang dikomandoi oleh Amerika Serikat dibalik kejadian ini.
 
"Mereka bersekutu untuk memusuhi Islam dan mencoba mendefinisikan ulang tentang jihad," ujarnya.
 
 Juru Bicara Kepala BIN, Wawan Hari Purwanto (Foto: Kumparan)
 
Sementara itu, Juru Bicara Kepala BIN, Wawan Hari Purwanto membantah tudingan hanya masjid sebagai tempat ibadah yang diselidiki oleh pihaknya.
 
"Bukan masjid saja, yang lain juga, hanya masih disimpan dan belum ditunjukkan. Karena tiap persoalan penyelesaiannya berbeda, yang penting tersampaikan pada kelompok itu sehingga mereka bisa lebih baik lagi," jelasnya saat dihubungi Dakta, Rabu (21/11).
 
Ia menegaskan, data 44 masjid pemerintah terpapar radikal yang menjadi perhatian BIN karena itu sebagai motor penggerak di lingkungan pemerintah.
 
"Efeknya bisa mempengaruhi bergeraknya roda pemerintahan, kalau mereka sudah terpapar," ujarnya.
 
Ia mengaku, pihaknya hanya ingin mencegah paham-paham radikal agar tidak tersebar luas di masyarakat. 
 
"Akan lebih repot lagi kalau mengobati, seperti kasus di Kalimantan Barat, Maluku, dan Papua. Kita berupaya luar biasa supaya bisa mencegah," pungkasnya. **
Editor :
Sumber : Radio Dakta
- Dilihat 643 Kali
Berita Terkait

0 Comments