Nasional / Ekonomi /
Follow daktacom Like Like
Ahad, 16/09/2018 11:41 WIB

Pemerintah Mulai Kampanyekan Pencegahan Stunting

Moeldoko
Moeldoko
JAKARTA, DAKTA.COM - Pemerintah Republik Indonesia resmi memulai Kampanye Nasional Pencegahan Stunting pada Ahad (16/9). Berpusat di halaman tugu Monumen Nasional, acara ini dihadiri sejumlah pejabat negara seperti Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
 
Moeldoko menuturkan kampanye ini untuk mengimplementasikan pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang MPR/DPR pada 16 Agustus 2018 lalu. Jokowi saat itu menyampaikan program pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dimulai sejak dari kandungan.
 
“Kalau kami cegah stunting dari sekarang, pada tahun 2040 nanti, ketika anak-anak ini berusia 22 tahun, mereka akan jauh lebih hebat daripada generasi sebelumnya. Ini investasi jangka panjang kita sebagai bangsa,” kata Moeldoko.
 
Mantan Panglima TNI ini berujar pencegahan stunting penting jika berbicara soal ketahanan nasional. Jika SDM lemah, bangsa itu akan lemah.
 
"Bicara ketahanan nasional maka dimulai dari ketahanan keluarga. Kalau ketahanan keluarga bagus maka ketahanan desa, kabupaten, provinsi, dan nasional terbangun dengan baik," ucapnya.
 
Moeldoko mengatakan, kampanye ini mendesak dilakukan lantaran data BPS pada 2013 menunjukkan satu dari tiga anak usia di bawah lima tahun (balita) Indonesia masih mengalami stunting. Jumlahnya mencapai sembilan juta balita. “Stunting tidak hanya terjadi pada anak di pedesaan, daerah terpencil, tapi juga terjadi pada anak di kota,” terangnya.
 
Ia menjelaskan stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak usia di bawah lima tahun akibat kekurangan gizi kronis, terutama pada seribu hari pertama kehidupannya. Stunting, kata dia, menghambat perkembangan otak dan tumbuh kembang anak.
 
Tinggi badan balita stunting lebih rendah daripada standar umurnya. Ketika beranjak dewasa anak stunting rentan terhadap penyakit, kurang berprestasi di sekolah, rentan mengalami kegemukan. Sementara itu, ketika dewasa mereka lebih mudah terkena berbagai penyakit tidak menular, seperti jantung dan diabetes.
 
Apabila kondisi ini dibiarkan, menurut Moeldoko, upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM menjadi tidak optimal. “Karena apapun yang kami beri, guru, laboratorium, kurikulum, atau pelatihan menjadi kurang optimal karena kemampuan otak anak-anak dalam menyerap ilmu pengetahuan terbatas,” tuturnya. **
Editor :
Sumber : Tempo.co
- Dilihat 5017 Kali
Berita Terkait

0 Comments