Nasional / Politik dan Pemerintahan /
Follow daktacom Like Like
Sabtu, 05/05/2018 14:15 WIB

ILF; Siapa Presiden 2019?

Indonesia Leader Forum
Indonesia Leader Forum

JAKARTA, DAKTA.COM - Setelah ILC sukses di TV One, kini muncul Indonesia Leader Forum ((ILF). Inisiator dan hostnya Bachtiar Nasir. Mantan ketua GNPF MUI yang sekarang didaulat menjadi ketua Majlis Pelayan Indonesia (MPI). Seorang tokoh reformis yang dikenal kritis terhadap penguasa.

Kalau ILC lewat media mainstream, maka ILF mengambil saluran tv kabel dan media sosial. TVMU dan Saling sapa TV diantaranya.

Edisi pertama menghadirkan Anies Baswedan, Anis Matta, Fadli Zon dan Muhaimin Iskandar. Yusril Ihza Mahendra sedianya hadir, tapi berhalangan.

ILF juga menghadirkan para panelis; Muhammad Zaitun Rahmin (Ketua Harian MPI), Anwar Abbas (Sekjen MUI), Tiar Anwar (Sejarawan), Jazir (Dosen Pasca Sarjana UGM), dan Tony Rosyid (Pengamat Politik). Dan tema perdana yang diangkat  "Sejarah Pergerakan Islam dan Mas Depan Bangsa.

Bachtiar Nasir mengawali diskusi dengan narasi: umat saat ini sedang gelisah. Mereka ingin menghadirkan pemimpin yang penuh integritas untuk bangsa Indonesia.

Kegelisahan ini dipicu diantaranya oleh sikap ketidakadilan rezim kepada umat. Bagaimana ikhtiar mengubah sejarah ketidakadilan ini?

Anies Baswedan menjawab pertanyaan Bachtiar Nasir. Bahwa memahami dan menguasai sejarah itu penting. Tapi yang lebih penting adalah membuat sejarah. Karenanya, diperlukan peran dan kontribusi yang lebih besar agar berdampak pada keadilan.

Tugas pemimpin, menggunakan otoritasnya  untuk mengatasi ketimpangan.  Sebab, ketimpangan adalah masalah utama bangsa Indonesia. Caranya? Membesarkan yang kecil agar menjadi besar. Dan orang-orang kecil itu mayoritas umat Islam, karena penduduk Indonesia 87% beragama Islam.  Sehingga terjadi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini kiblat bangsa yang tertera dalam konstitusi negara. Yaitu memajukan kesejahteraan umum

Proses politik bukan hanya untuk mendapatkan kekuasaan, tapi lebih pada penggunaan kekuasaan untuk kemaslahatan bangsa. Untuk apa punya otoritas sebagai pemimpin kalau tidak digunakan untuk itu.

Soal kepemimpinan, Anis Matta menggambarkan bangsa ini seperti mobil besar dengan CC yang besar. Lewat jalur lambat, banyak polisi tidur, dan sopir tak tahu arah. Penumpang nanya: mau keamana pak sopir? Sopir marah. Penumpang diomelin.

Anis Matta menggambarkan  para penumpang panik, dan suasana di dalam mobil menjadi sangat tak nyaman, bahkan mencekam. Sebab, sopir tak tahu kemana arah dan tujuan. Saran Anis Matta, penumpang ambil GPS. Lalu, ambil alih sopirnya. Siapa sopir itu? Ah, moso harus dijelasin

Sopirnya masuk surga, kata Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Ketua PKB yang lagi berada di simpang jalan. Sebab, karena ulah sopir, semua penumpang berdoa. Ingin selamat. Kelakar Cak Imin.

Kalau mau perubahan, penumpang jangan asik berdoa, kata Cak Imin. Ambil setir dan ganti sopirnya. Sadis sekali!

Di closing statement, Cak Imin sempat menyinggung wajarnya berganti pemimpin. Tapi, yang utama bukan itu. Yang utama, siapapun calon pemimpin, wakilnya Cak Imin. Begitulah kira-kira iklan dari Cak Imin.

Ulah Cak Imin di kemudian hari mendapat tanggapan dari Romuharmuzy, ketua PPP. Kalau Cak Imin tak dukung Jokowi, PKB akan kehilangan empat menteri. Cak Imin takut? Kita tunggu jawaban Cak Imin.

Fadli Zon tegas. Ganti presiden. Kalau diteruskan, Indonesia akan mengalami kebangkrutan. Tentu yang dimaksud adalah pilpres 2019. Siapa yang akan menggantikan?

Dari diskusi para pembicara, nampak semangat untuk mengevaluasi kembali sejarah perjalanan dan tata kelola bangsa. Salah satunya menyoroti bagaimana peran ulama dan umat Islam membangun bangsa ini. Lalu, mengoreksi bagaimana pandangan, stigma dan perlakuan para penguasa terhadap umat Islam.

Ujungnya? Umat kecewa. Lahirlah ILF, yang berinisiatif untuk mencari pemimpin baru. ILF menfasilitasi para tokoh mengenalkan diri beserta seluruh gagasan briliannya untuk Indonesia masa depan. Di ILF,  masing-masing gagasan akan diadu dan diuji.  Selain oleh para panelis, rakyat bisa melihat secara langsung bagaimana wawasan, visi dan kemampuan para tokoh itu menjawab dan menyelesaikan persoalan bangsa.

Sekaligus, memberi pilihan kepada rakyat, siapa tokoh yang layak didaulat dan dipilih untuk maju di pilpres 2019. Pilihan rakyat inilah pada akhirnya akan menjadi pertimbangan penting bagi partai politik untuk mengusungnya.

Meminjam analogi Anies Baswedan, agar Indonesia bisa membuat sejarah, penting bagi para tokoh ini dikenal rakyat sebagai orang-orang yang bisa nyetir. Dan saat yang tepat, kata Anis Matta, setir harus diambil alih dan mobil dipindah ke jalur cepat, agar Indonesia segera bergerak lebih maju.

Reporter :
Editor : Dakta Administrator
- Dilihat 5203 Kali
Berita Terkait

0 Comments