Pilkada Serentak /
Follow daktacom Like Like
Rabu, 08/11/2017 11:00 WIB

KPU: Jumlah Pemilih dan Anggaran Jadi Titik Rawan Pilkada 2018

ketua KPU Arief Budiman
ketua KPU Arief Budiman
JAKARTA_DAKTACOM: Potensi konflik pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018 cukup tinggi. Keterlibatan pemilih dalam jumlah besar, ketersediaan anggaran, dan minimnya kesiapan petugas disebut menjadi faktor tingginya kerawanan tersebut.
 
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, ketiga faktor tersebut menjadi perhatian serius pihaknya dalam menyiapkan tahapan pelaksanaan pilkada nanti. 
 
Khusus jumlah pemilih, dia menyebut akan jadi yang terbesar jika dibandingkan pilkada serentak sebelumnya. 
 
“Ada 158 juta pemilih yang diperebutkan di 2018. Itu artinya hampir 80 persen total pemilih nasional akan diperebutkan dari Pilkada 2018,” tutur Arief saat membuka diskusi Potensi Konflik Pilkada Serentak 2018 di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Selasa (7/11).
 
Berdasarkan data yang dihimpun, pada Pemilu 2019 nanti jumlah pemilih diperkirakan mencapai 197 juta atau meningkat 5 juta dari Pemilu 2014. 
 
Adapun pada Pilkada 2015 dengan 269 daerah, jumlah pemilih yang terlibat mencapai 96 juta, sedangkan pada pilkada 2017 dengan 101 daerah, jumlah pemilih yang terlibat mencapai 41 juta. 
 
“Dan tidak sampai 10 bulan jumlah pemilih ini akan diperebutkan lagi di kontes pemilu nasional,” tutur Arief.
 
Faktor lain yang tidak kalah penting untuk diperhatikan menurut Arief adalah ketersediaan anggaran untuk menunjang pelaksanaan pilkada. 
 
Berbanding lurus dengan jumlah pemilih, kebutuhan anggaran di 171 daerah menurut Arief tidak sedikit. Total dari proses pengajuan KPU, kebutuhan anggaran untuk Pilkada 2018 mencapai Rp11,9 triliun. Terpaut jauh dibandingkan kebutuhan anggaran untuk Pilkada 2015 yang mencapai Rp7,1 triliun atau Pilkada 2017 yang hanya membutuhkan anggaran Rp4,2 Triliun. 
 
“Itu hanya anggaran untuk KPU tidak termasuk anggaran Bawaslu, TNI/Polri, DKPP, pemerintah daerah dan kandidat,” kata Arief.
 
Faktor dana besar menurut Arief juga jadi kehati-hatian KPU dalam menjalankan tugas. Menurut dia, dengan persaingan yang ketat akan berpengaruh pada beredarnya uang di tengah masyarakat. “Makanya KPU sangat berhati-hati betul,” lanjut Arief.
 
Hal lain yang menjadi faktor meningkatnya kerawanan pilkada menurut Arief adalah kesiapan penyelenggara dalam menghadapi tahapan. 
 
Berdasarkan data, banyak komisioner di daerah yang akan habis masa jabatannya menjelang hari pemungutan suara, sementara aturan tidak lagi memperbolehkan KPU menambah masa jabatan penyelenggara. 
 
“Akan memunculkan problem bagi KPU dalam menyiapkan proses rekrutmen penyelenggara. Belum lagi memastikan calon terpilih berkualitas dan dapat segera menjalankan alur penyelenggaraan,” ungkap Arief.
Editor :
Sumber : Sindonews
- Dilihat 1251 Kali
Berita Terkait

0 Comments